Wamena, Suryapapua.com– Bertempat di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, berlangsung Seminar Nasional Konferensi Studio Regional (KSR) Wilayah Papua dari tanggal 17-23 November 2025.
Konferensi tersebut diikuti perwakilan PMKRI Cabang Merauke, PMKRI Cabang Nabire PMKRI Jayawijaya, PMKRI Timika serta PMKRI Cabang Jayapura dengan peserta kurang lebih 100 mahasiswa.
Sementara kegiatan konferensi, dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Provinsi Papua Pegunungan, Wasuok Demianus Siep dihadiri juga Wakil Bupati Jayawijaya, Rony Elopere.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) periode 2024-2026, Susana Florika Marianti Kandaimu dalam sambutannya Senin (17/11/2025) mengatakan, kegiatan dimaksud mengusung tajuk, “Mengurai Jejak Kelam dan Titik Rekonsiliasi Papua dalam Honai Dialogis.”
“Hari ini kita tak sekadar berkumpul berdiskusi, tetapi merenungkan isu-isu krusial yang akan menentukan masa depan bangsa,” ungkapnya.
Di satu sisi, demikian Susana, semua dihadapkan pada tantangan historis rekonsiliasi Papua yang membutuhkan pendekatan humanis dan bermartabat.
Indonesia juga sedang berada di tengah peluang emas bonus demografi yang hanya datang sekali dalam sejarah suatu bangsa.
Susana menegaskan, Papua bukan sekadar wilayah geografis di ujung timur Indonesia.

Papua, lanjutnya, adalah rumah bagi saudara-saudara yang memiliki sejarah, budaya dan aspirasi yang harus didengarkan melalui hati terbuka.
“Sebagai mahasiswa Katolik yang berpegang pada nilai-nilai kasih, keadilan dan perdamaian, kita tidak boleh menutup mata terhadap luka-luka masa lalu yang masih memerlukan penyembuhan,” pintanya.
Baginya, rekonsiliasi sejati bukan tentang melupakan sejarah, melainkan mengakui kebenaran sekaligus meminta maaf dengan tulus guna membangun masa depan bersama lebih adil.
“Memang Ini memerlukan dialog jujur, penghormatan terhadap hak asasi manusia serta komitmen untuk pembangunan inklusif berkelanjutan di tanah Papua,” ujarnya.
Lebih lanjut Susana mengatakan, Indonesia saat ini memiliki sekitar 70% penduduk usia produktif.
Ini adalah modal luar biasa yang dapat mengakselerasi pembangunan nasional.
Hanya saja, bonus demografi akan menjadi berkah apabila generasi muda, termasuk pemuda-pemudi Papua—mendapatkan akses pendidikan berkualitas, keterampilan relevan dan kesempatan kerja secara layak.
“Disinilah titik temu antara rekonsiliasi Papua dan bonus demografi. Kita tidak bisa memaksimalkan potensi demografi Indonesia jika jutaan anak muda Papua masih tertinggal dalam akses pendidikan, kesehatan maupun ekonomi,” kritiknya.
Pembangunan sejati, demikian Susana, merupakan pembangunan merata yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang.
PMKRI sebagai organisasi tertua di Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi agen perubahan.
Olehnya, mahasiswa Katolik diminta agar pertama, menjadi jembatan dialog antara berbagai pihak dalam proses rekonsiliasi Papua.
Kedua, mengadvokasi kebijakan yang pro-rakyat dan menghormati keberagaman.
Ketiga, mempersiapkan diri sebagai generasi bonus demografi kompeten dan berintegritas
Keempat, membangun solidaritas dengan saudara-saudara di Papua melalui program-program konkret
Diakhir sambutannya, Susana meminta agar diskusi yang digelar selama beberapa hari kedepan, harus menghasilkan pemahaman mendalam.
Lebih penting lagi adalah komitmen bertindak. “Mari kita dengarkan secara sungguh-sungguh, berpikir kritis dan bertindak dengan penuh kasih,” pintanya lagi.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun










