Politik Tingkat Dewa Rebut Kekuasan di Pematang Sawah

Opini292 views

MEDIA online, media sosial dan pengambil video amatir ramai-ramai mempublikasikan dialog segi tiga antara Presiden RI, Joko Widodo, Menteri Pertanian RI, Amran Sulaiman dan Bupati Merauke, Romanus Mbaraka, minus Pj Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo-walau kabarnya,  Penjabat Safanpo ikut dalam rombongan Presiden Jokowi tidak terekam video amatir di Pematang Sawah, Kampung Telaga Sari, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke Selasa 23 Juli 2024 lalu.

Peristiwa itu dimata warga petani dan warga Merauke yang menikmati lewat media online dan media sosial boleh dikata biasa-biasa saja dan  jauh dari hal istimewa.

Berbeda penciuman dan insting pengamat politik, Petrus S.M misalnya. Ia sambil meneguk minuman kopi robusta dan menikmati sebatang rokok Malboro seraya menghembuskan asap rokok dari mulutnya, menilai dialog segi tiga antara ketiga tokoh diatas mempertontonkan politik tingkat dewa merebut kekuasaan di Pematang Sawah.

Dialog Romanus Mbaraka dengan Presiden Jokowi  tidak ada yang tahu dan dengar, kecuali Amran Sulaiman.

Bupati Merauke, Romanus Mbaraka sedang dialog bersama Presiden RI, Jokowi - Surya Papua/IST
Bupati Merauke, Romanus Mbaraka sedang dialog bersama Presiden RI, Jokowi – Surya Papua/IST

Dipermukaan, Presiden Joko Widodo serius mendengarkan apa yang disampaikan Romanus Mbaraka.

Isyarat itu,  Romanus sedang mempertontonkan kapabilitasnya (kemampuan) dimata publik. Ia menguasai masalah pertanian. Ia memahami sukses atau tidaknya program nasional food and state dan investasi tebu.

Saya mengikuti dan menganalisa secara cermat semua berita online, video, foto  dan media  sosial.

Saya berkesimpulan. Romanus Mbaraka memiliki kapabilitas tinggi dan memainkan sandiwara politik tingkat dewa lewat pemahamannya di bidang pertanian.

Dari satu sisi, saya tidak suka sebenarnya. Saya jujur penilaian seperti itu sangat subyektif. Secara rasional, saya menilai.

Dia memiliki kapabilitas dan kredibilitas dalam menguasai kebutuhan para petani. Kita harus obyektif sobat menilai calon pemimpin daerah untuk meletakan fondasi pertama di Propinsi Papua Selatan kedepan.

Ia mengakui dan merasa heran dengan keberadaan pesaing Romanus Mbaraka, Penjabat Gubernur Papua Selatan dalam peristiwa itu.

ia menyebutkan, Penjabat  Gubernur Papua Selatan tidak terekam dalam kunjungan Presiden itu.

“Saya sangat heran! Dari hirarki pemerintahan seharusnya panggung beberapa hari lalu itu. Panggungnya Penjabat Gubernur Papua Selatan yang dominan berdialog dengan presiden, kok,  malah bupati Merauke,” tanya dia

“Saya secara kasat mata melihat itu. Dan saya berharap. Saya salah bahwa Penjabat  Gubernur Papua Selatan, belum menguasai masalah pertanian dan soal investasi serta dampak dari program food  estate  dan perkebunan tebu. Saya bisa saja salah menilai,” tuturnya.

Anda berani-beraninya menilai seperti itu?” komentar penulis. Dia malah menantang kembali. “Saya bertanya balik, anda berani tidak menulis pernyataannya saya tanpa diedit dan menulis pernyataan saya beraroma sinonim. Sobat saya titipkan pernyataan motivasi dari Buya Hamka ya.”

Buya Hamka menyebut, “Jangan pernah menyerah atas apa yang kamu anggap benar, meski kamu pikir itu sia-sia. Tuhan telah memberimu keberanian.”

Salah satu penikmat kopi lainnya, Sugiyono ikut nimbrung dalam satu meja dengan Petrus S.M dan penulis sambil merapatkan kursinya berkata: “Saya  berterus terang. Saya salah satu  idola Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo.

Saya tertarik dengan pernyataan bapak ini. Boleh jadi, Penjabat  Gubernur Papua Selatan  hebat dibidang akademis. Tetapi, beliau itu membutuhkan pengalaman dan jam terbang dibidang birokrasi pemerintahan dan meminist investasi dibidang pertanian.

Romanus Mbaraka memang sudah sangat paham masalah pertanian,  dari hulu hingga hilirnya. Sehingga, Romanus mudah menjelaskan program food estate dan perkebunan tebu.

Bagai gayung bersambut, Piter S.M mengatakan, salah satu kriteria yang melekat dalam pribadi seorang calon pemimpin daerah adalah keberanian.

Keberanian terbesar dalam kehidupan di dunia ini adalah berani dan meminta maaf atas kekurangan yang melekat dalam pribadi masing-masing.

Artinya calon pemimpin daerah harus mampu merefleksikan keberadaan masing-masing. Karena, dalam hidup, kadang kamu harus menerima bahwa tak semua harapan jadi kenyataan.

Dan, yang kamu butuhkan adalah keberanian untuk merelakan. Sebab ada tanggung jawab moral bagi masyarakat Papua Selatan yang menanti kehadiran sosok pemimpin daerah yang mampu memberikan harapan nyata dalam kehidupan mereka lima tahun kedepan, bukan harapan palsu.

Ingat! Hanya mereka yang berani mengambil resiko besar yang dapat meraih pencapaian besar.

Contoh riil, Romanus Mbaraka berani mengambil momentum berdialog dengan Presiden Joko Widodo. Saya memandang momentum yang diambilnya bukan tanpa resiko.

Resikonya sangat besar! Sisi negatifnya, dia dinilai merebut panggung Penjabat Gubernur Papua Selatan. Dari sudut posisitif, dia mampu mempertontonkan dan mengambil momen pengakuan terhadap kapabilitasnya dihadapan presiden. Semua mata publik saat ini kan tertuju pada Romanus Mbaraka. Maka ada benarnya, seperti apa yang disampaikan Pak Sugiyono. Romanus mengerti hulu dan hilir tentang pertanian.

Itu yang saya sebut Romanus itu jago memainkan politik tingkat dewa merebut kekuasaan di pematang sawah,” katanya.

Penulis :  Fidelis S. J 

Mantan Pimred SKH Bintang Papua

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *