Merauke, Suryapapua.com– Peringatan Jumat Agung oleh umat Katolik di seluruh dunia, tidak lain mengenang akan sengsara dan wafatnya Yesus Kristus di Kayu Salib menebus dosa umat manusia.
Untuk Jumat Agung di Paroki Santa Theresia Buti-Merauke, dilakukan dengan Jalan Salib di alam terbuka. Ini juga merupakan suatu ‘tradisi’ umat Buti yang dilaksanakan setiap tahun.
Dari pantauan Surya Papua Jumat (15/4), prosesi perarakan dimulai di halaman Kantor Kelurahan Samkai. Sebelum perarakan dimulai tepat pukul 13.30 WIT, didahului ibadah singkat dipimpin Pastor Paroki Santa Theresia Buti, RD Pius Oematan.
Kurang lebih 900 umat, baik dari paroki setempat maupun paroki lain dalam wilayah kota, memadati halaman kantor kelurahan serta badan jalan. Prosesi berjalan tertib, dikawal dua anggota Polres Merauke yang juga umat Paroki Santa Theresia Buti.
Sepanjang jalan hingga halaman gereja, ditanam 14 salib (perhentian). Di setiap tempat atau titik, umat berhenti sesaat, sambil menghadap ke Salib berdoa dan berlutut, mengenang akan kisah sengsara perjalanan Yesus setelah dirajam hingga akhirnya wafat di Kayu Salib, demi menebus dosa umat manusia.
Setelah prosesi perarakan selama kurang lebih satu stengah jam, umat kembali diatur menempati kursi-kursi, baik di dalam maupun di depan serta sayap kiri-kanan gereja.
Selanjutnya mengikuti jalannya misa. Karena ada satu bagian penting tak boleh dilewati dalam perayaan Jumat Agung yakni Cium Salib. Semua umat baik anak kecil hingga orang dewasa dan tua, diberikan kesempatan mengecup Salib Yesus yang disiapkan di beberapa tempat dalam area gereja.
Sementara itu, Pastor Paroki Santa Theresia Buti, RD Pius Oematan dalam khotbahnya mengatakan, “Dengan merenungkan kisah sengsara Tuhan Yesus Kristus, Kita juga disadarkan tentang bagaimana DIA mengakhiri segala perjuangan 30 tahun di dunia.”
Puncak dari semua perjalanan Yesus, jelas Pastor Pius, DIA rangkum dengan dua kata sederhana, dimana dari atas Salib, “Yesus mengatakan, Sudah Selesai.”
Dua kata dimaksud, tak sekedar menggambarkan kepada umat Katolik bahwa Yesus telah mengakhiri hidupnya di dunia. Juga tak sekedar menggambarkan kepada mereka yang tak percaya kepada Yesus sebagai Raja utusan Allah. Dimana seolah-olah “Sudah Selesai” berarti Yesus menyerah di hadapan lawan.
Namun sesungguhnya, tegas Pastor Pius, dua kata dimaksud, menjelaskan kepada umat manusia bahwa semua tugas serta tanggungjawab-NYA, telah dlaksanakan selama 30 tahun.
“Jadi pada akhir hidup di dunia, DIA memberikan pertanggungjawaban kepada Bapa dengan berkata “Sudah Selesai”. Artinya semua terlaksana, sesuai ramalan para nabi, juga rencana Allah. Dimana DIA mengorbankan hidupnya untuk keselamatan umat manusia, khususnya menebus dosa umat.
Yesus juga ingin mengungkapkan bahwa dengan berakhirnya hidup di dunia, DIA sukses melaksanakan perintah Allah yakni menjalankan hukum Cinta Kasih dengan memaafkan semua musuhnya.
Selain itu, Yesus memberikan kesaksian kepada Bapaknya bahwa semua tugas yang dipercayakan, diselesaikan termasuk ketaatan serta kesetiaan untuk memersembahkan hidupnya di atas Kayu Salib.
Refleksi untuk umat bahwa semua sedang dalam perjalanan dan masih mengembara di dunia. “Pada saatnya nanti, kita akan dimintai pertanggungjawaban Allah yang telah mempercayai hidup dimuka bumi ini,” ujarnya.
Diharapkan pada akhir hidup umat manusia, semua umat boleh bangga mengatakan “Sudah Selesai” sebagaimana dikatakan Yesus.
“Dengan mengatakan itu, kita yakin bahwa tugas perutusan sebagai pengikut Kristus atau berstatus bapa atau ibu dalam keluarga, atasan serta bawahan, sekurang kurangnya telah kita laksanakan dengan sukses. Sehingga pada akhirnya kita mengatakan “Sudah Selesai.”
“Saya mengajak umat berdoa, sehingga ketika saat yang ditentukan, kita seperti Kristus yang mengatakan “Sudah Selesai.” Dengan itu, kita yakin bahwa semua tanggungjawab telah rampung dan tinggal menghadap Bapa di Surga. Lalu diharapkan boleh menerima mahkota berupa keselamatan abadi,” katanya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun