PENDEKATAN pembangunan dengan memperhatikan kearifan lokal. Sumbangan pemikiran untuk kemajuan sebuah peradaban, di ukur berdasarkan pertimbangan aspek-aspek kemajuan itu sendiri.
Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah kearifan lokal. Ukuran kearifan lokal itu bertumpu pada pendekatan kemampuan mempertahankan diri serta kemampuan untuk berkembang dalam sebuah komunitas masyarakat adat. Kearifan lokal yang dimiliki oleh orang Marori sebagai potensi serta pendukung kemajuan.
Dasar fiilosofis gerakan ekonomi
Mengambil contoh kegiatan berburu dengan pengembangan potensi ekonomi dari filosofi yang disebut dengan kawi, maka rumusan kawi ini akan menjadi rumusan dari sedikit konsep ekonomi .
Konsep ekonomi dalam filosofi kawi pada akhirnya harus di integrasikan dalam sistem-sistem yang dibangun melalui unit-unit usaha.
Mengintegrasikan substansi kebudayaan dalam unit-unit ekonomi adalah sebuah perspektif baru menginternalisasikan nilai-nilai dan filosofi itu ke dalam gerakan kebaharuan bahwa pada prinsipnya, gerakan pembangunan ekonomi memperhatikan nilai-nilai yang ada dalam kultur masyaraakt tersebut .
Tradisi berburu adalah adalah sebuah gerakan manusia yang bertindak untuk sebuah tindakan ekonomi dengan memperhatikan kesejahteraan bersama. Aspek-aspek ini yang dipertimbangkan dalam pembangunan Badan Usaha Milik Kampung (BUMK). Dimana mengintegrasikan kearifan lokal dengan potensi yang ada berdasarkan visi dan keadaban serta semangat untuk kesejahteraan bersama
Pembentukan Unit Usaha Kolut Pere
Dalam unit-unit usaha yang dilakukan di desa, pada awal identifikasi dengan memperhatikan potensi lokal. Potensi lokal perlu diperhatikan dan diidentifikasi untuk kemajuan kampung. Dalam identifikasi itu, setidaknya aspek budaya yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah rekam jejak kekayaan yang ditinggalkan.
Istilah kolut pere dalam sistem serta pengetahuan tradisional disebut rekam jejak leluhur atau wilayah sakral yang ditinggalkan leluhur, melalui rekam perjalanan ini berisi pengetahuan ,keadaan alam tumbuhan serta hasil hutan.
Hal -hal tersebut merupakan kekayaan, maka rumusan yang harus dibangun adalah membangun kekayaan ekonomi di kampung berdasarkan pada tumpuan kekayaan yang tinggalkan leluhur .
Dalam identifikasi unit-unit usaha ini, masyarakat kampung didorong menentukan unit -unit usaha berdasarkan pada potensi -potensi yang ada di setiap dusun, wilayah rawa-rawa serta tempat -tempat yang telah diberikan leluhur sebagai bentuk kekayaan untuk dikelolah demi lingkungan serta kemajuan bersama.
Kemampuan dalam merumuskan pendekatan ini pada akhirnya menentukan kemana tujuan perubahan ekonomi yang bisa kita gerakan untuk perubahan.
Hak Komunal bagi kesejahteraan Berbasis Pengelolaan Hak Ulayat
Sebuah unit usaha berbasis Konsepsi kolut pere ‘Mahuze Mandiri.’ Kolut pere adalah sebuah gerakan inisiasi ekonomi berbasis pendekatan budaya yakni pengelolaan potensi alam hayati berbasis hak ulayat.
Istilah kolut pere adalah sebuah pengejewantahan dari terminologi peninggalan rekam jejak leluhur dalam bentuk ruang hidup alam beserta isinya.
Dalam pengembangan ini, telah diinisiasi dan dikerjakan oleh Kelompok Pengelolah Ekowisata Mahuze Mandiri yang berkedudukan di Bumi Perkemahanan KM 26, Wasur Kampung Merauke.
Visi pada pengembangan ekowisata ini mengambil tema sentral dari kolut pere yang berbasis pada pengelolaan hasil alam secara mandiri berdasarkan aspek-aspek hayati yang ditinggalkan oleh leluhur atau nenek moyang dalam bentuk hutan beserta hasilnya yang dikelolah dengan baik, serta menjaga etika ekologisnya berdasarkan pada kearifan local suku Marori.
Misi dasar pada pengembangan ekowisata berbasis pada pengelolaan hak ulayat marga Mahuze, revitalisasi bahasa dan budaya Marori serta peningkatan peran pemuda dan perempuan dalam pengelolaan ekowisata.
Revitalisasi bahasa dan budaya melalui penghargaan terhadap totem marga Mahuze berupa hewan dan tumbuhan melalui pemberian nama terhadap sarana fisik, upaya menghidupkan kembali rumah tradisional, permainan tradisional serta peran perempuan dalam pengelolaan ekowisata.
Beberapa persoalan muncul selama ini dalam pengelolaan ekowisata berbasis kearifan lokal orang Marori antara lain pertama, wilayah hak ulayat marga Mahuze berada pada kawasan konservasi Taman Nasional Wasur.
Kedua, keterancaman terhadap nilai budaya dan kearifan lokal marga dan suku yang semakin punah karena kehidupan modern pada saat ini. Ketiga, bahasa daerah Marori sebagai bahasa ibu sudah tidak popular, hal ini dibuktikan karena penutur bahasa Marori tinggal 13 orang.
Penulis
Agustinus Mahuze
Humas KPE Mahuze Mandiri