CERDAS dan pintar. Meski demikian, tidak melupakan kodrat sebagai orang yang lahir dan besar dari kampung, juga keluarga sederhana.
Lalu berpenampilan seadanya. Ketika menemui rakyat kecil di kampung atau dimanapun, pasti berbusana baju kaos oblong, celana pendek hingga sandal jepit.
Dia hanya menggunakan atau mengenakan pakaian kedinasan, ketika menjemput tamu penting dari Jakarta atau masuk kantor.
Selain berpenampilan sederhana, sosok dari pribadi ini selalu bertegur sapa dengan siapa saja yang ditemui mulai dari anak kecil, orang dewasa hingga yang usia diatasnya.
Bahkan menjadi kebiasaannya, tidak hanya tergur sapa, tetapi merangkul bahkan sampai menunduk ketika menemui orang yang usianya lebih tua.
Itulah kepribadian dan sosok dari Romanus Mbaraka, Bupati Merauke. Kadang orang takut mendekat, lantaran beliau (Romanus;red) adalah pejabat publik, namun baginya, jabatan dimaksud bukan berarti harus menjaga jarak dan atau menjauh dari rakyat.
Bagi Romanus Mbaraka, ia menyadari bahwa tapuk pimpinan yang diembannya adalah amanah rakyat.
Olehnya, bagaimanapun juga, rakyat adalah ‘raja.’ Sehingga harus diberikan perhatian secara total, agar mereka merasa diperhatikan.
Dan, itu terus dijalankan dan atau dilaksanakan Romanus Mbaraka anak kampung dari Batu Merah, Kampung Kalilam, Distrik Kimaan dari waktu ke waktu.
Detik, menit hingga jam, total dilakukan Romanus Mbaraka untuk bekerja dan atau berpikir bagaimana memberikan pelayanan secara kontinyu kepada rakyat yang tersebar di 179 kampung, 11 kelurahan serta 20 distrik.
Banyak hal atau permintaan masyarakat, seketika langsung diselesaikan atau dieksekusi di tempat.
Tidak menunggu lama, karena besok masih ada keluhan lagi diutarakan rakyat, itulah prinsip Romanus Mbaraka, jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satu kampus bergengsi di Indonesia.
Dengan prinsip kerja yang diterapkan dari waktu ke waktu seperti begini, rakyat dibawah-pun sangat merasakan dampak secara langsung.
Meskipun muncul ‘serangan’ segelintir orang secara bertubi-tubi melalui media sosial atau dari mulut ke mulut, namun Romanus Mbaraka mengamini semuanya dan justru selalu menebar senyuman.
Romanus tidak menyimpan dendam atau memusuhi orang yang ‘doyan’ mencibirnya. Karena ia menyadari bahwa sebagai seorang pemimpin, ‘angin kencang’ itu pasti akan datang setiap saat.
Bahwa sekalipun yang dibuat dan atau dilakukan Romanus Mbaraka menyentuh kepentingan banyak orang, namun bagi orang yang sirik, pasti selalu melancarkan aksi protes.
Itulah manusia dengan segala macam ‘keunikan.’ Dimana tak mengakui kelebihan orang ketika sudah berbuat serta menolong orang yang betul-betul membutuhkan.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun