Seminar KSR Komda Papua, Ketua PP PMKRI: ‘Mahasiswa Katolik Dingatkan Tak Tutup Mata Terhadap Luka Masa Lalu’

Laporan Utama234 views

Wamena, Suryapapua.com– Bertempat di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, berlangsung Seminar Nasional  Konferensi Studio Regional (KSR) Wilayah Papua  dari tanggal 17-23 November 2025.

Konferensi tersebut diikuti perwakilan PMKRI Cabang Merauke, PMKRI Cabang Nabire PMKRI Jayawijaya, PMKRI Timika  serta PMKRI Cabang  Jayapura dengan peserta kurang lebih 100 mahasiswa.

Sementara kegiatan konferensi, dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah Provinsi Papua Pegunungan, Wasuok Demianus Siep dihadiri juga Wakil Bupati Jayawijaya, Rony Elopere.

Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) periode 2024-2026, Susana Florika Marianti Kandaimu dalam sambutannya Senin (17/11/2025) mengatakan,  kegiatan dimaksud mengusung tajuk, “Mengurai Jejak Kelam dan Titik Rekonsiliasi Papua dalam Honai Dialogis.”

“Hari ini kita tak sekadar berkumpul  berdiskusi, tetapi merenungkan isu-isu krusial yang akan menentukan masa depan bangsa,” ungkapnya.

Di satu sisi, demikian Susana, semua dihadapkan pada tantangan historis rekonsiliasi Papua yang membutuhkan pendekatan humanis dan bermartabat.

Indonesia juga sedang berada di tengah peluang emas bonus demografi yang hanya datang sekali dalam sejarah suatu bangsa.

Susana menegaskan, Papua bukan sekadar wilayah geografis di ujung timur Indonesia.

Usai pembukaan, dilanjutkan dengan foto bersama dalam kegiatan seminar KSR Komda Papua- Surya Papua/IST
Usai pembukaan, dilanjutkan dengan foto bersama dalam kegiatan seminar KSR Komda Papua- Surya Papua/IST

Papua, lanjutnya, adalah rumah bagi saudara-saudara yang memiliki sejarah, budaya  dan aspirasi yang harus  didengarkan melalui hati  terbuka.

“Sebagai mahasiswa Katolik yang berpegang pada nilai-nilai kasih, keadilan dan perdamaian, kita tidak boleh menutup mata terhadap luka-luka masa lalu yang masih memerlukan penyembuhan,” pintanya.

Baginya, rekonsiliasi sejati bukan tentang melupakan sejarah, melainkan mengakui kebenaran sekaligus meminta maaf dengan tulus guna membangun masa depan bersama  lebih adil.

“Memang Ini memerlukan dialog jujur, penghormatan terhadap hak asasi manusia serta komitmen untuk pembangunan inklusif berkelanjutan di tanah Papua,” ujarnya.

Lebih lanjut Susana mengatakan, Indonesia saat ini memiliki sekitar 70% penduduk usia produktif.

Ini adalah modal luar biasa yang dapat mengakselerasi pembangunan nasional.

Hanya saja, bonus demografi akan menjadi berkah apabila generasi muda, termasuk pemuda-pemudi Papua—mendapatkan akses pendidikan berkualitas, keterampilan relevan dan kesempatan kerja secara layak.

“Disinilah titik temu antara rekonsiliasi Papua dan bonus demografi. Kita tidak bisa memaksimalkan potensi demografi Indonesia jika  jutaan anak muda Papua masih tertinggal dalam akses pendidikan, kesehatan maupun ekonomi,” kritiknya.

Pembangunan sejati, demikian Susana, merupakan pembangunan merata yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang.

PMKRI sebagai  organisasi tertua di Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi agen perubahan.

Olehnya,  mahasiswa Katolik diminta agar pertama, menjadi jembatan dialog antara berbagai pihak dalam proses rekonsiliasi Papua.

Kedua, mengadvokasi kebijakan yang pro-rakyat dan menghormati keberagaman.

Ketiga, mempersiapkan diri sebagai generasi bonus demografi kompeten dan berintegritas

Keempat, membangun solidaritas dengan saudara-saudara di Papua melalui program-program konkret

Diakhir sambutannya, Susana meminta agar  diskusi yang digelar selama beberapa hari kedepan, harus menghasilkan pemahaman mendalam.

Lebih penting lagi adalah komitmen bertindak. “Mari kita dengarkan secara sungguh-sungguh, berpikir kritis dan bertindak dengan penuh kasih,” pintanya lagi.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *