Merauke, Suryapapua.com– Setelah muncul gambar atau foto Apolo Safanto yang saat ini masih menjabat sebagai Penjabat Gubernur Papua Selatan, mendaftar di Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat untuk maju bertarung dalam pemilihan Gubernur Papua Selatan 27 November 2024 mendatang, aksi protes-pun bermunculan.
Salah satu aksi protes dilancarkan Dominikus Cambu, Intelektual Marind yang disampaikan kepada Surya Papua Kamis (02/05/2024). Menurut Cambu, Penjabat Safanto tidak bisa maju mencalonkan diri dalam pertarungan Pemilihan Gubernur Papua Selatan.
“Kenapa saya bilang tidak bisa, karena berangkat dari aturan dalam pasal 7 ayat (2) huruf q Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota kota yang berbunyi, tidak berstatus sebagai Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota,” ungkapnya.
Namun, lanjut Cambu, Selasa 30 April 2024, Penjabat Safanpo dikabarkan telah mendaftar di beberapa partai politik, salah satunya adalah di DPD Partai Demokrat Papua Selatan.
Lebih lanjut Cambu menegaskan, jika ukurannya adalah Peraturan Pemerintah (PP), maka Penjabat Safanpo dipastikan tidak bisa mencalonkan diri maju bertarung dalam Pilgub Papua Selatan.
Dia kembali menegaskan, apabila Penjabat Safanpo memaksakan mendaftar sesuai tahapan seperti terdapat di pasal 42 ayat (1), maka pasangan tersebut ketika mendaftar ke KPU provinsi oleh partai politik, gabungan parpol atau perseorangan, akan kena pasal 42 ayat (3).
Dimana pasal tersebut menjelaskan, Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota-Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pasal 7 sesuai point huruf q.
“Bagi saya, Penjabat Safanpo diduga telah menabrak aturan yang dibuat pemerintah. Karena bersangkutan (Apolo Safanpo;red) adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana dalam pasal 7 Ayat (1) ASN yang diangkat menjadi Penjabat Gubernur,” tegasnya.
Dari sisi aturan, Penjabat Safanpo bisa mendapatkan saksi administrasi dari Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri sebagaimana dijelaskan dalam pasal 16.
Dalam pasal itu, dijelaskan, Pj Gubernur, Pj Bupati, dan Pj Walikota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 15, Menteri Dalam Negeri memberikan sanksi administrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun