Merauke, Suryapapua.com– Di awal masa pra paskah, umat Katolik di seluruh dunia menandai diri dengan upacara penerimaan abu yang dioles membentuk tanda salib pada dahi.
Khusus di Gereja Katolik Santa Theresia Buti, ratusan umat mengikuti perayaan misa dipimpin pastor paroki, Pius Oematan, Pr. Lalu dilanjutkan penerimaan abu.
Dari pantauan Surya Papua Rabu (2/3), setelah mengikuti rangkaian misa hingga khotbah, dilanjutkan penerimaan abu. Umat berjejer atau berbaris, baik di dalam gereja maupun di luar, sekaligus menerima abu dari pastor, bruder serta suster.
Sementara saat khotbahnya, Pastor Pius mengatakan, dalam Kitab Suci, menandai diri dengan abu, tidak lain agar umat bertobat. Sehingga ketika meninggalkan dunia, sedapat mungkin telah mempersiapkan diri. Dimana segala penderitaan yang dialami di dunia, kalau bisa berakhir di dunia. Tidak dibawa kembali di mata Tuhan.
“Bahwa menandai diri dengan abu, kita ingin berkabung dan memusnahkan segala dosa yang selama ini menguasai diri, sekaligus kita berusaha bebas dari dosa,” ujarnya.
Menandai diri dengan abu, lanjut Pastor Pius, juga mengingatkan semua orang bahwa segala yang ada di dunia, hanya bersifat sementara. Apapun kemewahan yang dimiliki, tak membuat lupa bahwa kehidupan ini pada suatu saat akan berakhir. Sekaligus beralih kepada kehidupan baru yakni bersama Allah sebagai asal dan tujuan akhir.
“Olehnya mari mempersiapkan diri secara baik. Sehingga kelak, kita dianggap pantas untuk boleh bersatu dengan Allah sebagai sumber hidup,” pintanya.
Persiapan bisa bertemu Allah, hanya dapat dilakukan dengan berusaha bertobat dari dosa-dosa yang dilakukan. Karena dengan melakukan suatu kejahatan, maka hubungan bukan hanya terputus dengan sesama di sekitar, tetapi juga dengan Allah yang merupakan sumber hidup serta kebahagiaan semua orang.
Dengan bertobat, jelas pastor, dapat memperbaharui hidup lebih baik, sekaligus menjadikan hidup setiap orang lebih layak bersatu dengan-NYA, setelah kehidupan di dunia berakhir.
Dikatakan lagi, pertobatan tak hanya diharapkan dapat dilaksanakan di masa pra paskah, tetapi secara terus menerus, selama masih bernafas.
“Kalau kita bertobat di masa pra paskah, tentu selain sebagai persiapan menyongsong kehidupan baru setelah hidup di dunia, juga mengarahkan semua orang berusaha meninggalkan dosa yang telah dilakukan,” ujarnya.
Pastor Pius meminta selama masa pra paskah, umat dapat mengurangi segala bentuk kegembiraan, huru-hara, termasuk juga makanan serta minuman kesukaan masing-masing.
“Bukan berarti bahwa setelah masa pra paskah, kita menampilkan diri sebagai orang kudus karena berpuasa. Tetapi kita menggunakan waktu yang ada merenungkan kelemahan-kelemahan dan segala dosa yang dibuat,” pintanya lagi.
“Masa tobat agar digunakan untuk berdoa memohon kerahiman Allah mengampuni dosa kita,” katanya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun