Tempat Sakral di Buti, Orang Thailand dan India Sering Kesini Saat Kecelakaan Laut

Pemerintahan850 views

Merauke, Suryapapua.com– Bupati Merauke, Romanus Mbaraka mengungkapkan, ada tempat sakral orang Marind  Buti yang ada disini. Tempat ini oleh generasi sekarang  dan akan datang, harus dilestarikan dan wajib dihormati siapa saja.

Tempat sacral tersebut, tepatnya di rumah milik Thobias Kaize, Jalan Arafura yang berada di bagian belakang.

Kepada sejumlah wartawan, Sabtu (12/2),  Bupati Mbaraka mengaku, dirinya selama ini tak mengetahui kalau tempat ini sacral. Baru beberapa hari lalu, Rika Ulukyanan menyampaikan jika tempat dimaksud sakral dan harus dilestarikan.

Lalu, jelasnya, oleh moyang orang Marind Buti menyampaikan agar yang perlu dihubungi adalah tujuh orang, termasuk Okto Kaize dan beberapa nama lain.

“Setelah dihubungi Rika, saya datang kesini. Betul tempat dimaksud sangat sacral,” ungkapnya.

Bahkan, jelasnya, tempat ini oleh orang dari luar negeri seperti India dan Thailand datang kesini, setelah mendapat pesan di laut, ketika mengalami kecelakaan beberapa kapal.

“Ini bukti orang Thailand dan India datang disini dengan membangun pondok sebagai tempat ziarah. Oleh karena pondoknya sudah rusak, saya dipesan untuk memperbaiki dan sudah dibangun baru,” ungkapnya.

Rumah untuk orang ritual yang rusak, telah dibangun kembali agar bisa digunakan – Surya Papua/Frans Kobun
Rumah untuk orang ritual yang rusak, telah dibangun kembali agar bisa digunakan – Surya Papua/Frans Kobun

Nantinya, menurut bupati, ada beberapa rencana untuk dinetralkan tempat sacral ini, karena memiliki kesakralan tersendiri.

Lebih lanjut dikatakan, hari ini adalah penggenapan terhadap pesan yang didapatkan. “Ini nyata dan riil dialami kita semua,” tegasnya.

“Jadi saya datang sekaligus dilakukan ritual bersama dengan toki (pukul)  babi bersama. Memang saya pilih tepat di tanggal 12 Pebruari bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Merauke ke-120,” ungkapnya.

Oleh karena penggenapan telah selesai, dilanjutkan dengan makan bersama sebagai tanda damai serta persatuan untuk kembalinya semua orang.

Lalu, jelasnya, ada pesan moral dari moyang agar semua orang Marind harus bisa merubah dan mempertahankan kehidupan di atas tanahnya sendiri.

“Ini juga sekaligus pemberitahuan dan pembelajaran kepada kita semua harus  hidup dengan menghargai adat istiadat orang Marind,” katanya.

Penulis : Frans Kobun

Editor  : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *