Pertemuan Bersama 7 Marga Marind-imbuti! Langkah Awal Menuju Pembangunan Gereja Santa Theresia Buti

Merauke, Suryapapua.com– Pertemuan  yang dikemas dengan sebutan budaya itu, berlangsung  dalam ‘balutan’ suasana kekeluargaan sangat kental  di pendopo Gereja Katolik Santa Theresia Buti Sabtu (12/04/2025).

Pertemuan dimaksud dihadiri perwakilan tujuh marga Marind-Imbuti atas gagasan Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matruti bersama Dewan Pastoral Paroki (DPP) setempat.

Tampak hadir atau ikut, selain perwakilan pengurus dari Kaum Bapak Katolik (KBK) Keuskupan Agung Merauke, juga  salah seorang dosen Universitas Negeri Musamus (Unmus), Godefridus Samderubun.

Kurang lebih tiga jam pertemuan dilangsungkan dipandu Ketua DPP Santa Theresia Buti, Izaak Layaan guna membicarakan berbagai hal penting sehubungan sejarah perjalanan masuknya Gereja Katolik di Imbuti yang dibawa pertama kali para misionaris.

Pertemuan dalam suasana kekeluargaan dengan duduk bersilah beralaskan terpal – Surya Papua/Frans Kobun
Pertemuan dalam suasana kekeluargaan dengan duduk bersilah beralaskan terpal – Surya Papua/Frans Kobun

Dari pantauan suryapapua.com, diskusi serta sharing antar perwakilan marga bersama Pastor Sipe (panggilan akrabnya, red)  dan pengurus DPP Paroki Santa Theresia Buti serta KBK itu, memilih dengan beralaskan terpal sambil duduk bersilah-tidak menggunakan kursi.

Ketua Adat Marind- Imbuti, Romeo Mahuze mengatakan, sesuai rencana akan dilakukan peletakan pertama pembangunan Gereja Santa Theresia Buti.

Olehnya, lanjut Mahuze, masyarakat Marind-Imbuti termasuk tujuh marga agar memberikan dukungan terkait rencana peletakan batu pertama pembangunan gereja nanti.

Saat peletakan, menurutnya, semua harus hadir. “Orangtua telah memberikan tanah untuk gereja. Jadi tidak boleh kita menggugat. Karena kalau kita gugat, sama dengan menggugat Tuhan,” tegasnya.

Dia sepakat  agar  perwakilan  dari tujuh marga duduk bersama seperti begini. Sekaligus menyamakan persepsi, termasuk bicara tentang sejarah masuknya Gereja Katolik melalui Buti.

Perwakilan Marind-Imbuti sedang bicara dalam pertemuan tadi siang – Surya Papua/Frans Kobun
Perwakilan Marind-Imbuti sedang bicara dalam pertemuan tadi siang – Surya Papua/Frans Kobun

Sementara Daniel Ndiken menegaskan, ini bukan pertemuan adat tetapi bicara sekaligus diskusi tentang budaya.

Sehubungan rencana pembangunan gereja baru, jelasnya, tentu didukung penuh masyarakat Marind-Imbuti.

Hanya saja, selain gereja, juga perlu dibangun monumen penting di Selira maupun Nowari serta beberapa titik lain, karena memiliki sejarah tersendiri tentang masuknya misionaris Katolik  membawa agama.

Rumah Pastoran Tak Dibongkar

Nikolaus Kaize dalam kesempatan tersebut meminta bangunan pastoran tidak dibongkar, lantaran memiliki sejarah tersendiri pula.

“Dari ceritera orangtua kami, saat itu mereka memikul kayu dari wilayah Spadem guna pembangunan gereja. Lalu proses pengerjaan termasuk  gergaji dan lain-lain secara manual menggunakan tenaga manusia,” katanya.

Lain lagi ceritera Ludwina Gebze tentang pembangunan Gereja Katolik Buti yang sekarang digunakan untuk perayaan misa. Dimana dulu orangtua mengambil material termasuk kayu  dari Ndalir.

Lalu, menurutnya, dibawa melalui jalur laut lantaran belum ada transportasi ketika itu.

“Memang dulu bangunannya adalah dari bambu belah (palupu), sedangkan dindingnya dari gabah. Ya sekarang sudah mengalami perubahan setelah bangunan direnovasi,” tandasnya.

Mama Gebze-pun sepakat dan sangat senang adanya pembangunan Gereja Buti yang baru. “Kalau bisa lebih cepat. Dimana peletakan batu pertama dilangsungkan Bulan Oktober bertepatan hari ulang tahun Paroki Santa Theresia Buti,” pintanya.

Salah seorang ibu sedang bicara tentang sejarah masuknya Gereja Katolik di Buti – Surya Papua/Frans Kobun
Salah seorang ibu sedang bicara tentang sejarah masuknya Gereja Katolik di Buti – Surya Papua/Frans Kobun

Ketua DPP Santa Theresia Buti, Izaak Layaan dalam kesempatan tersebut mengatakan, sudah beberapa kali dilakukan komunikasi serta diskusi bersama Tokoh Adat Marind-Imbuti  dengan Pastor Pius Oematan (pastor paroki sebelumnya).

Dalam pertemuan, jelasnya, semua sepakat untuk bergandengan tangan maju secara bersama-sama sehubungan rencana pembangunan gereja baru.

“Betul hari ini kita laksanakan pertemuan, tetapi belum membahas secara detail tentang pembangunan gereja. Kami ingin mendengar secara langsung suara perwakilan dari tujuh marga terkait sejarah hadirnya Gereja Katolik Buti, termasuk beberapa titik yang disinggahi pertama para misionaris,” katanya.

Bicara tentang sejarah, demikian Izaak, telah ada tulisan-tulisan dari para misionaris, tetapi perlu saksi sejarah untuk bicara.

“Ya, bapak-ibu yang hadir  dalam pertemuan sekarang adalah saksi sejarah, sehingga bisa bicara dan atau menyampaikan secara langsung,” pintanya.

Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matruti menyampaikan terimakasih kepada masyarakat tujuh marga yang sudah mengorbankan waktu serta tenaga untuk duduk bicara selama kurang lebih tiga jam.

Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matrata, Pr- Surya Papua/Frans Kobun
Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matrata, Pr- Surya Papua/Frans Kobun

“Saya merasa senang sekali. Karena diskusi masyarakat Marind sangat serius, itu berarti kita mencintai tanah  dan budaya,” katanya.

Dengan pembicaraan yang telah berjalan, diharapkan  mendapat catatan sejarah. Semua yang diutarakan tadi adalah catatan lisan.

“Nantinya Pak Samderubun akan membuat dalam tulisan setelah mengumpulkan catatan yang disampaikan dalam pertemuan. Pasti  beliau menggali lebih dalam dari bapa-mama yang memberikan informasi dimaksud,” ungkapnya.

Hasil wawancara lanjutan akan dituangkan dalam bentuk tulisan dan draft, sekaligus didiskusuikan bersama untuk nantinya menjadi  buku sejarah Katolik.

“Setahu saya, catatan misionaris belum menyeluruh diungkap sekaligus dituangkan melalui tulisan,” katanya.

Selain sejarah masuknya Gereja Katolik pertama di-buku-kan, dalam satu atau dua hari kedepan, orang sudah membaca tulisan melalui media online tentang gebrakan yang dibuat.

“Jadi Merauke pasti sudah kedengaran bahwa dari Buti ada program besar dibuat. Lalu program apa? Tentu kita akan buat sesuatu di Salira serta Buti,” ujarnya.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *