Merauke, Suryapapua.com– Tepat pukul 15.00 WIT, perayaan Jumat Agung mengenang wafatnya Yesus Kristus di Kayu Salib menebus dosa umat manusia dilangsungkan dipimpin Pastor Paroki Santa Theresia Buti, RD Simon Petrus Matruti.
Pantauan suryapapua.com Jumat (18/04/2025), kurang lebih 1.000-an umat menempati bangku dalam gereja maupun kursi-kursi di depan pendopo serta samping kiri-kanan gereja.
Banyak umat tak keba-gian kursi hingga rela berdiri berjam-jam mengikuti perayaan Jumat Agung.
Pengurus DPP Paroki Santa Theresia Buti, Casimirus Dumatubun, Krispinus Palobo, Marthen Sampe, Musa Namang serta sejumlah pengurus lain sempat dibuat ‘pusing’ lantaran kursi disiapkan kurang.
Sungguh di luar prediksi. Betapa tidak, jumlah umat terus berdatangan pada perayaan dengan jumlahnya mencapai 1.000-an lebih.

Dalam rangkaian perayaan Jumat Agung itu, berlangsung pembacaan teks passio Kisah Sengsara Yesus menurut Injil Yohanes 18:1-19:42 dibawakan tiga orang.
Lalu moment yang ditunggu dan atau dinanti-nantikan umat adalah upacara kecup atau cium Salib Yesus.
Namun sebelum penciuman Salib Yesus, didahului perarakan Salib Yesus oleh Pastor Simon Petrus Matruti didampingi para misdinar sebagai penghormatan dan rasa syukur atas pengorbanan Yesus.
Perarakan dimulai dari samping Makam Patalesai, lalu keluar ke jalan umum hingga masuk kembali ke dalam gereja disaksikan 1000-an umat Katolik.
Prosesi kecup atau cium Salib Yesus-pun dilangsungkan di sejumlah titik baik dalam gereja, pendopo serta samping kiri-kanan gereja dikawal misdinar.
Antrian mengular atau panjang terjadi di sejumlah titik di seputaran gereja. Umat berbaris sekaligus diberikan kesempatan mencium Salib Yesus.
Pastor Simon Petrus Matruti dalam khotbahnya mengungkapkan, peringatan Jumat Agung merupakan misteri kasih Allah yang sempurna dalam diri Yesus.

Setiap Jumat Agung, ada dibacakan, dinyanyikan serta didraamatisir melalui Jalan Salib. Dan, sebenarnya pesan apa ingin didapatkan dari dramatisasi hingga mengalami sengsara lalu wafat?
“Saya ingin mengatakan bahwa kita sungguh-sungguh mengalami cinta Allah yang sempurna. Digodok atau dibuat serta dinyatakan melalui sengsara luar biasa hingga wafat di Kayu Salib,” ungkapnya.
Cinta manusia kepada Tuhan, menurutnya bervareasi. Ada yang mencintai stengah-stengah, seperempat dan lain sebagainya.
Umat manusia tak pernah mempunyai cinta sempurna, lantaran masih di dunia dan dalam godaan-godaan. Jadi kalau ingin mencari cinta sempurna, masuk gereja dan ikuti perayaan ekaristi.
“Lalu dengan spirit keluar, kita akan menemukan cinta sempurna hingga membuat tergerak mengikuti-NYA,” jelasnya.
Lebih lanjut Pastor Sipe mengungkapkan, melalui tujuh sabda Yesus di Kayu Salib mengajarkan intisari ajaran dan kehidupannya.

“Bahwa dalam kehidupan, kita harus saling mengampuni. Sabda pertama diungkapkan, Ampunilah mereka karena mereka tak tahu apa yang mereka perbuat,” katanya.
“Saya ajak kita harus saling mengampuni. Karena buah dari pengampunan sesungguhnya adalah pertobatan. Setiap orang yang bertobat diberi hadiah kehidupan kekal. Hari ini juga engkau bersama aku dalam Firdaus,” ujarnya.
Yesus juga, demikian Pastor Sipe, mengajarkan umat menghormati orangtua. “Inilah Ibumu-Inilah Anakmu. Yesus mengatakan cinta sejati itu diolah dan dihidupi dalam keluarga, bukan didiksusikan.”
Pastor Sipe menambahkan, ‘Yesus mengajak kita di Kayu Salib. Dimana IA pernah mengalami masa-masa sangat kritis sampai mengatakan Allahku, Mengapa Engkau Meninggalkan Aku.”
Dalam kesempatan itu, Pastor Sipe mengatakan, pada Jumat Agung ini, umat diminta mengungkapkan rasa hormat kepada Tuhan Yesus.
Lalu rasa cinta umat yang tak sempurnah kepada Tuhan Yesus dapat diwujudkan dengan mencium, memegang maupun menghormati Salib Yesus.
“Mari kita buat itu sebagai kenangan bahwa nanti dalam hidup setiap hari, kita akan tetap mecintai Tuhan Yesus. Juga selalu memegang salib-nya, berjalan memikul salib bersama agar memperoleh hidup g kekal,” tandasnya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun