Apakah Hadirnya Provinsi Papua Selatan Berdampak Kepada Iman Umat Katolik?

Opini457 views

PAPUA Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia yang dimekarkan dari Provinsi Papua dengan ibukotanya Merauke. Papua Selatan  secara sah menjadi provinsi bersama dua provinsi lainnya yakni Papua Pegunungan dan Papua Tengah setelah undang-undang disahkan oleh DPR RI dalam sidang paripurna 30 Juni 2022.

Papua Selatan telah lama diperjuangkan menjadi povinsi kurang lebih 20 tahun. Perjuangan itu akhirnya membuahkan hasil, dimana telah diundangkan. Bahkan undang-undang pun  sudah ditandatangani Presiden RI, Joko Widodo.

Pemekaran daerah otonom baru (DOB) oleh pemerintah Indonesia, tidak lain agar rakyat Papua maju.

Untuk pemekaran Provinsi Papua Selatan, awalnya direncanakan  terdiri atas lima kabupaten yakni Merauke, Mappi, Boven Digoel, Asmat serta Pegunungan Bintang. Namun dalam perjalanan,  Kabupaten Pegunungan Bintang memilih  mengundurkan diri.

Papua Selatan berada di dataran rendah berbatasan langsung dengan  Negara Papua Nugini  yang  memiliki banyak rawa dan sungai besar seperti Digul dan Maro.

Wilayah ini kaya dengan hasil bumi seperti sagu dan ikan yang menghidupi suku-suku di tepian sungai dan pantai seperti MarindAsmatKombayKoroway dan Muyu maupun suku-suku lainnya. Suku-suku di Papua Selatan termasuk dalam wilayah adat Anim Ha.

Mereka umumnya menggunakan perahu dayung dan membuat ukiran-ukiran kayu khususnya Asmat. Papua Selatan terdapat Taman Nasional Wasur yang memiliki kekayaan hayati tinggi seperti walabimusamus atau rumah semut raksasa dan cenderawasih.

Sebelum datangnya bangsa Eropa, wilayah rawa-rawa Papua Selatan dihuni oleh berbagai suku seperti Asmat dan Marind yang masih menjaga tradisinya. Suku Marind atau disebut juga Malind dulunya hidup berkelompok di sepanjang sungai-sungai di wilayah Merauke dan hidup dengan berburumeramu dan berkebun.

Pada abad ke-19, Bangsa Eropa mulai melakukan penjajahan di Pulau Papua. Pulau Papua dibelah dengan garis lurus, bagian barat masuk ke wilayah Nugini Belanda dan bagian timur masuk wilayah Inggris.

Suku Malind sering melewati perbatasan tersebut untuk pergi mengayau. sehingga pada tahun 1902, Belanda mendirikan pos militer di ujung timur Papua Selatan guna  memperkuat perbatasan dan menghilangkan tradisi mengayau.

Pos ini berada di sungai Maro sehingga kemudian daerah sekitarnya diberi nama Merauke. Belanda juga menempatkan misi Katolik di pos ini untuk menyebarkan agamanya serta membantu menghapuskan tradisi pengayauan.

Pos ini lama kelamaan semakin ramai sehingga menjadi sebuah kota. Kemudian Merauke dijadikan ibukota dari Afdeeling Zuid Nieuw Guinea atau Provinsi Nugini Selatan. Pada masa penjajahan Belanda juga, Orang Jawa didatangkan ke Merauke  membuka lahan persawahan.

Selain sungai Maro, Belanda juga mendengar informasi tentang sungai lain yang lebih besar yang dinamakan Sungai Digul. Belanda kemudian mengirim ekspedisi kesana.

Tahun 1920-an, muncul ide untuk memanfaatkan pedalaman Papua sebagai kamp tahanan. Lokasi yang cocok adalah hulu sungai Digul (Boven Digoel) yang kemudian didirikan kamp bernama Tanah Merah.

Hutan yang lebat dan sungai Digul yang ganas ditambah wabah malaria menyebabkan tahanan tersiksa namun tak bisa meloloskan diri. Beberapa tokoh yang pernah ditahan disini antara lain Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir.

Setelah Belanda pergi tahun 1960-an, Tanah Merah semakin ramai sehingga menjadi distrik dan akhirnya dijadikan ibukota Kabupaten Boven Digoel.

Tahun 1960-an, seluruh Nugini Belanda berhasil dikuasai Indonesia. Bekas Zuid Nieuw Guinea diubah menjadi Kabupaten Merauke dengan ibukotanya di Kota Merauke.

Pada tahun 2002, Kabupaten Merauke dimekarkan menjadi empat kabupaten seperti sekarang yaitu Merauke, MappiAsmat dan Boven Digoel. Seluruh bekas wilayah Kabupaten Merauke terdahulu yang mencakup empat kabupaten akhirnya kembali disatukan menjadi provinsi Papua Selatan pada tahun 2022.

Jika kita menelusuri pesisir pantai Selatan Papua, maka kita akan menemukan pesona suku Marind yang menyatu dengan alamnya. Keterpautan antara alam dengan manusia Marind merupakan sumber ketergantungan untuk saling memberi kehidupan.

Alasan pemberi hidup yang hadir dalam ciptaan-Nya merupakan keyakinan dasar yang tak terbantahkan oleh umat yang hidup di sepanjang pantai.

Berbeda dengan daerah lain di Papua yang merayakan masuknya Injil ke Tanah Papua pada tanggal 5 Februari, Keuskupan Agung Merauke memperingati masuknya pengabaran Injil ke Tanah Papua Selatan pada tanggal 14 Agustus dengan RP Henri Nollen, MSC, RP Philipus Braun, MSC, Bruder Dionysius van Roesel, MSC serta Bruder Melchior Oomen, MSC sebagai pimpinan rombongan setelah sempat bekerja di Vikariat Apostolik Pomerania Baru/Neu Pommern.

Hari tersebut diperingati umat Katolik di Tanah Papua Selatan sebagai peringatan masuknya Misionaris Hati Kudus ke Papua Selatan pada tahun 1905 dan diperkuat dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Merauke bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merauke.

Peraturan daerah tersebut menyebutkan bahwa tanggal 14 Agustus merupakan hari libur fakultatif untuk warga Kabupaten Merauke. Tanggal tersebut, menurut Jacobus Duivenvoorde, diambil mengingat Merauke pernah menjadi bagian dari Dekenat Papua–Maluku yang diresmikan oleh Uskup Prefektur Apostolik Nugini Belanda pada tanggal 14 Agustus 1905.

Adapun catatan masuknya pengabaran Injil ke tanah Papua Selatan yang lebih awal diberikan oleh Willem Hanny Rawung, MSC. Menurutnya, pengabaran Injil ke Tanah Papua Selatan yang sempat singgah di Sarire, Tanah Miring dijalankan oleh RP van der Heyden, SJ sejak Desember 1892.

Umat Katolik di KAME Harus Jadi Saksi Iman yang terlibat

Umat Katolik menyadari bahwa bersama semua orang dari segala lapisan masyarakat menjadi sesama musafir. Dalam segala pergula­tan itu umat Katolik dipanggil untuk menjadi saksi Kristus, mewartakan datanganya Kerajaan Allah.

Kerajaan yang berpedomankan kebenaran, keadilan, kerajaan yang memancarkan kesucian dan rahmat, kerajaan yang berlimpahkan keadilan dan cinta kasih serta perdamaian.

Umat Katolik Keuskupan Agung Merauke akan semakin ditantang oleh perubahan yang amat cepat di dalam bidang politik, ekonomi, budaya, komunikasi so­sial, ilmu pengetahuan, teknologi dan pelbagai segi kehidupan manusia.

Dalam gelombang itu banyak ditemukan masalah yang sangat mendesak untuk ditangani. Setiap peluang untuk bersama seluruh rakyat membangun masa depan yang sejahtera perlu disambut atas dasar iman yang mendunia. Perlu diusahakan agar proses itu terus-menerus disemangati oleh kesediaan mencari kehendak Allah dalam segala liku-liku pergulatan bangsa.

Peran Serta Kita

Patut dipuji bahwa di dalam masyarakat demokratis masa kini, di dalam suatu iklim kebebasan yang benar, setiap orang dijadikan peserta di dalam mengarahkan kelompok politik.

Masyarakat yang demikian memerlukan bentuk-bentuk peran serta baru dan lebih penuh di dalam kehidupan umum baik oleh warga negara Kristen maupun non-Kristen.

Sesungguhnya semua dapat membantu dengan memberikan suara di dalam pemilihan-pemilihan untuk para pembuat hukum dan pejabat pemerintahan dan juga dengan cara lain.

Pada perkembangan pemecahan masalah-masalah politik dan pilihan-pilihan legislatif yang menurut pendapat mereka, akan menguntungkan kesejahteraan umum.

Kehidupan demokrasi tidak dapat produktif tanpa keterlibatan setiap orang secara aktif, bertanggung jawab dan murah hati, meskipun dalam bentuk, tingkat, tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda dan saling melengkapi.

Dengan memenuhi kewajiban-kewajiban kewarganegaraan mereka yang dibimbing oleh suara hati Kristiani sesuai dengan nilai-nilainya, kaum awam beriman melaksanakan tugas yang tepat memasuki tatanan duniawi dengan nilai-nilai Kristiani, sementara sekaligus menghormati hakikat dan otonomi sepenuhnya dari tatanan itu dan bekerja sama dengan warga negara lain menurut kompetensi dan tanggung jawab khusus mereka.

Konsekuensi dari ajaran dasar dari Konsili Vatikan II ini adalah bahwa kaum awam beriman tidak pernah boleh melepaskan peran serta mereka di dalam kehidupan umum. Artinya, di dalam banyak bidang ekonomi, sosial, legislatif, administratif dan kebudayaan yang beraneka ragam, yang dimaksudkan guna memajukan secara organik dan institusional kesejahteraan umum.

Usaha ini antara lain untuk peningkatan dan pertahanan kebaikan-kebaikan misalnya tatanan umum dan perdamaian, kebebasan dan kesamaan, hormat terhadap hidup manusia dan lingkungan, keadilan dan solidaritas.

Pesan Bagi Kaum Muda

Generasi muda perlu dididik dan diberi kesempatan agar dapat ikut ambil bagian dalam pembangunan dan penguasaan ilmu pengeta­huan dan teknologi sehingga memiliki jiwa keilmuan yang tangguh dengan dasar iman dan etika ilmu yang bertanggung jawab.

Ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya menciptakan suatu peradaban baru yang menyelamatkan.

Generasi muda juga perlu menyadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi selain berguna bagi kehidupan manusia, juga membahayakan kehidupan manusia, termasuk kehidupan imannya.

Banyak orang beranggapan bahwa manusia bisa hidup tanpa Tuhan bahkan membebastugaskan Tuhan. Karena itu, kita perlu ingat bahwa norma kegiatan manusia itu adalah kesejahteraan manusia utuh. Sedangkan kemajuan ilmu pengetahuan, terutama kemajuan teknologi hanya alat.

Sebab alat teknologi itu bersifat netral (tidak baik – tidak buruk), tetapi tidak pernah menghasilkan hubungan pribadi yang baik selain dari manusia itu sendiri, justru karena nilainya yang otonom. Kuncinya terletak di dalam pribadi manusia sendiri yakni dalam sikap dan kesadaran hubungan pribadi dengan Tuhan.

Semoga umat Katolik Keuskupan Agung Merauke semakin berkembang menyongsong era baru yaitu Propinsi Papua Selatan. Dan semakin meresapi kehidupan iman yang utuh untuk berbagi dengan sesama dan memberikan rasa nyaman dalam menjalankan aktivitas sebagai umat beragama.

         Penulis :

  Ludgerus Waluya Adi, S.Ag

Guru SD YPPK St. Theresia Buti Merauke

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *