Merauke, Suryapapua.com– Sidang perdana gugatan perdata oleh masyarakat pemilik ulayat dari Marga Mahuze Kewam terhadap PT BIA (perkebunan kelapa sawit ) di Pengadilan Negeri (PN) Merauke mulai digelar.
Sidang yang berlangsung Rabu (19/06/2024) itu, dipimpin Dinar Pakpahan, SH (hakim ketua) didamping I Made Bayu Gautama, SH dan Muhammad Irsyad Hasyim, SH (hakim anggota).
Mewakili pemilik ulayat Marga Mahuze Kewam dikuasakan kepada Kaetanius FX Mogahay, SH. Sedangkan dari PT BIA dikuasakan ke Guntur Ohoiwutun, SH, Cs (tergugat I) serta Marga Mahuze Milafo (tergugat II).
Dari pantauan Surya Papua, puluhan masyarakat dari Marga Mahuze Kewam memadati Pengadilan Negeri Merauke.
Setelah sidang dibuka, Dinar Pakpahan menanyakan sejumlah pihak seperti Badan Pertahanan Nasional (BPN) serta perwakilan Pemerintah Kabupaten Merauke, dalam hal ini Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) setempat, hanya saja tidak hadir.
Dengan demikian, Dinar Pakpahan menunda persidangan sekaligus meminta pihak terkait dihadirkan dalam sidang Rabu 22 Juni 2024.
Kuasa Hukum Penggugat, Kaetanus FX Mogahay, SH usai sidang mengungkapkan, gugatan secara perdata dilayangkan ke PN Merauke, sehubungan dengan perbuatan melawan hukum.
Kaetanus menjelaskan, pada tahun 2007 silam, ada pelepasan tanah oleh Marga Mahuze Milafo kepada PT BIA, salah satu perkebunan kelapa sawit di Distrik Ulilin, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan seluas 30.000 hektar.
Di dalam luasan lahan tersebut, demikian Kaetanus, selain dimiliki Marga Mahuze Milafo, juga milik Marga Mahuze Kewam seluas 1.800 hektar. Namun sayangnya, selama 17 tahun beroperasi sampai sekarang untuk penanaman, panen hingga produksi kelapa sawit, tidak adanya ganti rugi dari PT BIA.
“Kami sebagai kuasa hukum penggugat, melihat adanya kejanggalan di perusahan sawit tersebut. Karena hak masyarakat adat sebagai pemilik ulayat (Marga Mahuze Kewam;red) , dicaplok untuk investasi,” ujar dia.
Ditegaskan, pihaknya ingin menguji keabsahan lahan milik Marga Mahuze Kewam yang hutannya seluas 1.800 hektar telah diobrak-abrik PT BIA untuk investasi perkebunan kelapa sawit, apakah sesuai prosedur atau tidak.
Dalam aturan lain, jelasnya, minimal 20 persen adanya kebun inti. Pemilik ulayat menuntutnya itu. Karena selama ini, 20 persen hanya diberikan PT BIA kepada Marga Mahuze Milafo bersama dengan koperasi.
Sehubungan saksi maupun bukti-bukti yang akan diajukan, Kaetanus mengaku, semua sudah ada dan akan dihadirkan dalam persidangan mendatang.
Ditanya tuntutan ganti rugi secara perdata baik material maupun imaterial, Kaetanus menambahkan, sesuai permintaan Marga Mahuze Kewaam adalah RP150 milyar.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun