Merauke, Suryapapua.com– Kepala Seksi Bina Administrasi Pemerintahan Kampung di Dinas Pemerintahan Kampung (PMK) Kabupaten Merauke, Gaspar CH Silubun angkat bicara, sehubungan dengan rekomendasi yang dikeluarkan untuk pencairan dana Rp 1,2 milyar oleh Kepala Kampung Wambi, Distrik Okaba, Inosensius Gebze bulan Agustus 2022 lalu di Bank Papua Cabang Merauke.
“Perlu saya sampaikan bahwa berkaitan dengan rekomendasi yang dikeluarkan, tidak bisa harus menunggu sampai Kepala Dinas PMK Kabupaten Merauke, Daud Holenger pulang dari perjalanan dinas. Karena apa, penyerapan dana desa perlu cepat dilakukan,” ungkap Gaspar Silubun saat ditemui Surya Papua Jumat (9/9) malam.
Lalu, lanjut Silubun, apa yang dilakukan Viktor Kaize sebagai pelaksana tugas (Plt), sesuai yang ditugaskan Kepala Dinas PMK Merauke.
“Juga yang saya lakukan, ada surat perintah tugas tanggal 5 Agustus 2022 dari kepala dinas. Dimana melakukan pendampingan secara melekat kepada masyarakat di Kampung Wambi. Sekaligus menyelesaikan permasalahan serta melakukan percepatan penyerapan dana desa,” ujarnya.
Sementara berkaitan dengan pertanggungjawaban, jelasnya, ia sudah membantu kampung sejalan dengan Peraturan Bupati Merauke Nomor 96 Tahun 2020 tentang pengadaan barang dan jasa di milaf (kampung).
Pengadaan barang dan jasa, menurut dia, merujuk kepada Peraturan LLKP Nomor 12 Tahun 2019 tentang tata cara pengadaan barang di desa. Jadi semua ada aturannya, lalu SP juga jelas disertai bukti autentik.
Silubun kembali menegaskan, semua kegiatan yang dilakukan selama ini di Kampung Wambi, selalu dilaporkan kepada Kepala Distrik Okaba, kepala bidang PMK serta kepala dinas sendiri.
“Saat bertugas monitoring ke kampung-pun, saya hanya menggunakan SPT (uang pribadi). Bukan SPPD, padahal untuk menyelesaikan masalah serta mempercepat pekerjaan. Nah membuat saya lebih kecewa adalah ketika ke kampung menggunakan uang pribadi, ada SPPD fiktif ditanggal sama, dikeluarkan dengan tujuan tugas ke Okaba,” kritiknya.
“Bahwa apa yang saya lakukan bersama ibu kepala bidang saya di PMK, tidak lain membuat gerakan perubahan. Sejak tahun 2019, saat di PMK, saya tak diberikan tugas dan tanggungjawab sebagaimana mestinya,” ujar dia.
“Begitu kepala bidang baru datang, saya melaksanakan tugas sejalan dengan aturan yang dibungkus dan terikat pula. Semua bukti lengkap dalam documenter, termasuk perjalanan saya, ada video youtube,” katanya.
Dia pun mengaku kecewa akan statement yang disampaikan Kadis PMK Kabupaten Merauke bahwa tanpa sepengetahuannya. Apa yang dilakukan dengan dikeluarkannya rekomendasi, sesuai aturan dan sejalan. Juga melindungi masyarakat kampung bersama aparaturnya.
Diakui, selama ini dirinya dituduh melakukan pungutan liar. Persoalan dimaksud sudah dilaporkan ke kepala dinas, namun tidak ada penyelesaian. “Begitu saya ingin menyelesaian persoalan di Kampung Wambi sekarang, kok disalahkan atas pencairan dana desa Rp 1,2 milyar itu,” ujarnya.
“Perlu dicatat bahwa, saya turun ke Kampung Wambi memantau pelaksanaan pembangunan berdasarkan SP. Dan pastinya, setiap pihak ketiga yang bekerja di kampung, dikenakan denda 1/1000 dari nilai kontrak, apabila lewat dari 60 hari,” tegasnya.
Ditambahkan, setiap kegiatan yang dilaksanakan, dilaporkan secara kontinyu ke Kadis PMK Merauke, sehubungan pembangunan di Kampung Wambi, tak ada dilewatkan. Selain itu tembusan juga ke Inspektorat serta Kepala Distrik Okaba.
Harus Gerak Cepat
Lebih lanjut Silubun menjelaskan, terkait pekerjaan yang dilaksanakan di Kampung Wambi, ada beberapa tahap pencairan dana sejak dirinya menjadi verifikator.
Pencairan pertama senilai Rp 900 juta. “Memang pertama saya belum mempunyai SPT melekat. Hanya sebatas verifikator, namun mendapatkan SPT melakukan monitoring,” ungkapnya.
Saat monitoring, menurutnya, belum ada SPJ. Sehingga pihak ketiga dipanggil ke kantor. Sekaligus diminta membuat perjanjian kinerja. Oleh karena gerakannya lambat, ia mengerjakan sendiri.
“Kenapa saya lakukan, karena jika penyerapan dana desa semakin lama ditahan, akan menumpuk dan kalau terlalu lama, ditarik ke pemerintah pusat,” tandasnya.
Dengan demikian, guna mempercepat penyerapan, dibuatkan perjanjian kinerja batas waktu 60 hari , sejak 4 Juli pihak ketiga menerima dananya. “Begitu saya cek ke Kampung Wambi, progress pembangunan saya anggap sudah 50 persen, sehingga dibuatkan proses pencairan dana berikut,” jelasnya.
Dijelaskan lagi, saat pekerjaan diover atau dialihkan ke pihak ketiga yang baru itu, pihak pertama (sebelumnya) , sepertinya tersinggung.
“Kenapa saya alihkan ke pihak ketiga (orang lain), karena saat monitoring, pekerjaan beliau (pihak ketiga pertama), belum selesai, padahal sudah akan memasuki 60 hari kalender tepatnya tanggal 12 September ini, jatuh tempo perjanjian kinerja dari dana Rp 500 juta tersebut,” katanya.
Sesuai pasal 4 dalam perjanjian menyebutkan beberapa persyaratan, diantaranya wajib melibatkan masyarakat kampung, pekerjaan diselesaikan dalam 60 hari, jika pekerjaan lewat, pihak ketiga didenda 1/1000 nilai kegiatan.
“Saya menduga mungkin pihak ketiga pertama kehabisan uang, sehingga menghasut masyarakat di Wambi menghambat pekerjaan dari pihak ketiga baru yang ditunjuk,” ujarnya.
“Meski ada upaya hasutan, namun dalam waktu kerja hanya sembilan hari, sembilan unit rumah milik masyarakat di Kampung Wambi direnovasi pihak ketiga yang baru itu,” ungkapnya.
Ditanya tentang laporan Bendahara Kampung Wambi, Ignasius Samkakai ke Polres Merauke, Silubun mensinyalir ada pihak tertentu ikut bermain menghasut.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun