Asmat, Suryapapua.com– Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Asmat, Donatus Tamot mengungkapkan, para pengukir dan pengayam, selain diberikan pendampingan serta sosialisasi secara kontinyu, juga dukungan alat ukir dan lain-lain.
Selain itu, membentuk sanggar seni baik ukiran serta anyaman. Hingga kini terdapat 52 sanggar telah dibentuk yang tersebar di distrik-distrik.
Untuk sanggar pengukir, khusus laki-laki. Sedangkan anyaman bagi perempuan. Dengan adanya sanggar, agar masyarakat berkumpul di satu tempat dan hasil kesenian mereka dapat dikumpulkan menjadi satu agar pemerintah mengetahui sekaligus memudahkan pengontrolan.
Dikatakan, hasil ukiran maupun anyaman budaya Asmat, selain dimuseumkan, juga ditempatkan di pasar seni serta beberapa tempat di ruangan Bandara Ewer.
“Ya, tujuannya agar orang mudah mendapatkan, sekaligus dibeli dan dibawa pulang ke daerah asalnya,” ungkap dia.
Tamot mengakui selama ini pihaknya terus melakukan pendampingan, perlindungan dan pemberdayaan kepada masyarakat setempat agar dapat menjaga dan melestarikan budaya Asmat.
“Ukiran Asmat sudah sangat terkenal, sehingga kami dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan melakukan pendampingan, agar para pengukir dapat menjaga eksistensi jati diri sebagai orang Asmat dan terhindar dari yang namanya pengukir abal-abal,” tegasnya.
Budaya Asmat, katanya, telah dikenal dunia mancanegara. Ada daya tarik tersendiri dan memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan tempat wisata lain di Indonesia.
“Kami juga sosialisasi dan meminta kepada pengukir agar ukiran yang dibuat, jangan terlalu besar, lantaran pasti akan menyulitkan pembeli untuk membawa,” jelasnya.
Penulis : Yulianus Bwariat
Editor : Frans Kobun