SUATU catatan kritis sekaligus menjadi tantangan bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mendiami Bumi Anim Ha, sehubungan dengan perhelatan pemilihan umum (pemilu) tahun depan.
Oretan sekenanya ini, tidak lain ingin membuka mata orang NTT tentang calon legislatif yang akan bertarung merebut hati rakyat untuk bisa meraih sukses dengan mengantongi suara sebanyak-banyaknya, agar dapat melenggang mulus ke gedung Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merauke yang beralamat di seputaran Jalan Brawijaya.
Sekedar mereviuw ke belakang bahwa dalam hajatan pemilu lima tahunan, banyak sekali caleg NTT yang hanya mendengar ‘bisikan’ satu atau dua orang, nekad maju tanpa menimbang-nimbang strategi politik yang harus diterapkan, kekuatan suara hingga finansial.
Setiap daerah pemilihan (dapil), ‘berhamburan’ caleg NTT. Akibatnya, suara yang diperoleh pun terbagi dan nyaris dibawah rata-rata. Anehnya lagi, orang NTT sendiri yang nota bene sebagai pemilih, ‘lari’ dan menjatuhkan pilihan ke caleg dari daerah lain.
Lalu apa jadinya? Puluhan tahun orang NTT yang menghuni negeri ini, hanyalah sebagai penyumbang suara.
Dengan demikian, tidak mengherankan ketika istilah ‘penyumbang suara’ dari berbagai kalangan yang disematkan kepada orang Flobamora untuk meloloskan caleg dari daerah lain duduk manis dan putar-putar kursi emput di lembaga DPRD Merauke, tepatlah sudah.
Tidak bermaksud untuk memvonis rakyat NTT di ‘tanah perantauan’ Merauuke. Tetapi ini adalah suatu catatan sekaligus menjadi introspeksi untuk bagaimana para sesepuh, ketua-ketua tungku dan intelektual ‘duduk semeja’ lagi untuk bagaimana mencari solusi terbaik, mumpung belum juga adanya penetapan daftar caleg tetap oleh Komisi Pemilihan Umum.
Hilangkan semua ego dan kepintaran jika ingin ‘membungkus’ suara untuk satu atau dua orang NTT melenggang mulus ke Brawijaya. Tetapi Ketika prinsip ‘kau siapa mengatur orang lain?, yakin dan percaya, kalimat sebagai penyumbang suara akan terulang kembali.
Kembali lagi soal basis atau dukungan suara. Untuk diketahui saja, NTT memiliki basis suara cukup signifikan di satu-dua wilayah sebut saja di daerah pemilihan (dapil) III.
Dimana SP-3, SP-7 dan Erom menjadi ‘sandaran’ untuk meraup suara terbanyak. Namun menjadi pertanyaan, berapa caleg NTT yang fait atau bertarung? Jika jumlahnya lebih dari 3-4 orang, maaf beribu maaf, harapan meraih suara terbanyak, hanya akan menjadi mimpi belaka.
Data yang didapatkan Surya Papua, khusus di Dapil III, ada nama Siprianus Muda, caleg dari Partai Demokrat dengan nomor urut I sudah dipastikan bertarung. Hanya saja, masih ada dua sampai tiga caleg lain orang NTT ikut bertarung di dapil serupa dengan Siprianus Muda dari partai politik lain.
Sementara di daerah pemilihan II, ada nama Ketua Flobamora Kabupaten Merauke, Arnoldus Moda yang memastikan diri bertarung juga. Hanya khabar terkini didapatkan, ternyata bukan hanya Arnoldus Moda seorang diri maju, tetapi ada beberapa caleg NTT lain juga ikut ‘fait.’
Nah, inilah tantangan besar. Apakah masih bisa ada kata kompromi dengan duduk semeja untuk membicarakan kembali? Semoga dua kata yakni ego pribadi dikesampingkan. Sehingga harapan dan impian puluhan tahun orang NTT yang telah mendiami Bumi Anim Ha, ada keterwakilan ke lembaga DPRD Merauke tahun depan, sekaligus mematahkan anggapan orang lain sebagai penyumbang suara.
Penulis
Frans Kobun
Pemimpin Redaksi Surya Papua
Putra Asli Kelahiran Desa Puor, Kabupaten Lembata,
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Setuju om,sangat setuju.