Masyarakat Adat Marind Imbuti 7 Marga Bertemu! Bahas Persiapan Peletakan Batu Pertama Bangun Gereja Santa Theresia Buti

Laporan Utama539 views

Merauke, Suryapapua.com-Untuk kedua kalinya, masyarakat adat Marind Imbuti dari tujuh marga duduk bersama membahas berbagai hal, termasuk seremoni adat menuju persiapan peletakan batu pertama pembangunan Gereja Katolik Santa Theresia Buti-Merauke yang akan berlangsung 1 Oktober 2025.

Pantauan suryapapua.com Jumat (05/09/2025), pertemuan dilangsungkan di pendopo Gereja Santa Theresia Buti dihadiri perwakilan masyarakat Marind Imbuti dari tujuh marga.

Tampak hadir, Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matruty serta Ketua Dewan Pastoral (DPP) paroki setempat, Izaak Layaan bersama sejumlah pengurus.

Ketua LMA Marind Imbuti, Alexander Basik-Basik mengungkapkan, pertemuan dimaksud adalah kedua kali.

Banyak hal dibicarakan dan atau didiskusikan menuju persiapan peletakan batu pertama pembangunan Gereja Santa Theresia Buti 1 Oktober 2025.

“Jumlah yang hadir baik pada pertemuan pertama dan kedua sangat banyak mencapai puluhan orang. Ini menunjukkan komitmen bahwa pembangunan Rumah Tuhan harus segera diwujudnyatakan,” ungkapnya.

Pada prinsipnya, demikian Alexander, apa yang dibicarakan dan atau didiskusikan perwakilan tujuh marga adalah keputusan final untuk sesegera mungkin peletakan batu pertama pembangunan gereja baru direalisasikan.

Sementara Ketua DPP Paroki Santa Theresia Buti, Izaak Layaan mengungkapkan, ada beberapa item kegiatan dilaksanakan menuju pada puncak peletakan batu pertama pembangunan Gereja Katolik Buti tanggal 1 Oktober 2025.

Sejumlah agenda tersebut diantaranya seminar sehari yang dilangsungkan 28 September 2025  di Pendopo Gereja Santa Thersesia Buti menghadirkan sjumlah pejabat diantaranya Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, Bupati Merauke, Yoseph Bladib Gebze, Ketua MRPS, Damianus Katayu.

Mama-Mama yang menghadiri pertemuan membahas untuk persiapan peletakan batu pertama pembangunan Gereja santa Theresia Buti – Surya Papua/Frans Kobun
Mama-Mama yang menghadiri pertemuan membahas untuk persiapan peletakan batu pertama pembangunan Gereja santa Theresia Buti – Surya Papua/Frans Kobun

Selain itu, Tokoh-Tokoh Agama Katolik, masyarakat Marind Imbuti serta sejumlah pihak lain.

“Mengapa perlu seminar, agar secara akademis menjadi pengakuan tetap dari hasil penyerahan oleh masyakarat Marind,” ungkapnya.

Selanjutnya, demikian Izaak, pada 29 September 2025, perwakilan masyarakat adat Imbuti bersama DPP Paroki Santa Theresia Buti  bergerak menuju ke Nasem.

“Olehnya orangtua disana menyiapkan tempat untuk kita gali bersama sejarah masuknya misionaris Katolik pertama kali selama satu hari penuh hingga malam,” katanya.

Pada keesokan hari, tanggal 30 September, rombongan turun dari sana sekaligus menyinggahi rumah atau ahli waris keluarga yang dikunjungi Misionaris Katolik pertama di ‘Kaya-Kay.’

Dari situ bergerak ke Nowari serta Almasu. Lalu pulang persiapan dengan main si’i untuk keesokan hari dilangsungkan peletakan batu pertama pembangunan gereja baru.

Apresiasi Setinggi-Tingginya

Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matruty sedang bicara – Surya Papua/Frans Kobun
Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matruty sedang bicara – Surya Papua/Frans Kobun

Sementara Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Marruty mengungkapkan, antara agama dan adat harus berjalan seirama. Sehingga agama sungguh mendarah-daging dalam kehidupan umat.

“Sejalan dengan itu, kita sedang perayaan misa inkulturas beberapa pekan terakhir. Fakta sekarang bahwa  tidak hanya budaya Mariind saja tetapi ada budaya-budaya lain,” jelasnya.

Jadi, demikian Pastor Sipe—panggilan akrabnya, gereja dibangun atas dasar budaya-budaya  teristimewa  Budaya Marind.

“Terimakasih kepada masyarakat Marind-Imbuti dari 7 marga yang sudah dua kali menghadiri pertemuan dengan jumlah  sangat banyak. Itu artinya  partisipasi kita cukup tinggi dan punya keinginan serta semangat agar segera pembangunan gereja fisik dilakukan,” katanya.

“Saya melihat ada semangat dan kemauan tinggi untuk hadirnya gereja baru. Jadi saya mengapresiasi dan memberikan penghargaan  setinggi-tingginya kepada kita semua yang menjadi representasi orang Marind di Buti sini,” ungkapnya.

Nanti pada puncaknya, menurut Pastor Sipe, umat akan memberikan izin secara adat bahwa sudah saatnya  memiliki dan atau membangun Rumah Tuhan.

Sehubungan nilai atau anggaran pembangunan Gereja Santa Theresia Buti  Rp 63 milyar, rasanya terlalu mewah dengan situasi dan kondisi umat disini.

Rumah Tuhan (gereja) tidak boleh mengambil  jarak jauh dengan rumah umat yang sederhana.

“Jadi, saya sudah sampaikan ke panitia agar merevisi anggaran  bangunan gereja melalui nilai tidak terlalu fantastis agar ketika kita galang dana, orang tak melihat kita bangun istana di atas penderitaan rakyat,” tandasnya.

“Intinya Rumah Tuhan harus dibangun dari keadaan kita. Jadi sesederhana mungkin yang mewarnai budaya, intinya ada disitu. Lalu rumah Tuhan perlu juga ada teras agar  bisa duduk. Dalam denah belum ada. Untuk itu harus sesegera mungkin direvisi,” katanya.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *