Jika Ingin Damai, Siapkanlah Perang

Opini330 views

DAMAI atau perdamaian tidak dapat dilepaskan dari perang atau peperangan. Itulah yang dimaksud dengan judul artikel ini, yang diambil dari ungkapan bahasa Latin: Si vis pacem parra bellum. Pertengkaran, konflik, bahkan peperangan mendorong seseorang ataupun lembaga tertentu untuk mengupayakan perdamaian. Dengan kata lain, perdamaian diupayakan karena ada konflik dan peperangan.

Konflik dan peperangan bermula terjadi karena berbagai akar penyebab, antara lain persaingan politik dan kekuasaan, kepincangan sosial dan ekonomi, perbedaan etnis dan agama akibat intoleransi, dan persaingan atas sumber daya alam. Konflik dan peperangan tersebut membawa dampak yang serius, seperti korban jiwa dan cedera, kehilangan tempat tinggal dan kerusakan infrastruktur. Lebih dari itu peperangan meninggalkan trauma dan gangguan psikologis pada individu dan masyarakat.

Tidak terhitung banyaknya upaya yang telah dilakukan untuk menciptakan perdamaian, misalnya melalui negosiasi diplomatik, komunitas internasional (PBB), pendidikan dan dialog antaragama, pemberdayaan ekonomi dan sosial. Akan tetapi, semua upaya tersebut tampaknya tidak membawa hasil yang memuaskan.

Salah satu solusi yang ditawarkan, antara lain adalah pemahaman yang benar (mendalam) tentang makna perdamaian. Perdamaian mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari hubungan antarmanusia hingga tanggung jawab terhadap ciptaan Tuhan. Perdamaian yang diperjuangkan hendaknya dilandasi oleh dimensi moral dan spiritual. Berikut ini dikemukakan beberapa prinsip perdamaian menurut ajaran Gereja Katolik, khususnya yang termuat di dalam Kitab Suci.

Keadilan dan Cinta Kasih

Gereja Katolik menekankan pentingnya keadilan sebagai landasan perdamaian. Keadilan tidak hanya berarti memberikan hak-hal yang pantas kepada setiap individu, tetapi juga menciptakan struktur sosial yang adil. Keadilan adalah fondasi bagi perdamaian yang berkelanjutan di tengan masyarakat.

Kasih dalam pengertian Katolik, tidak hanya sebatas perasaan kasih sayang, tetapi juga tindakan nyata untuk membantu sesama. Yesus Kristus sendiri adalah teladan kasih sejati, dan umat Katolik dipanggil untuk mengusahakan kasih dalam semua aspek kehidupan mereka.

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,” (Mat 22: 37-39).

Keadilan (sosial) adalah suatu prinsip dasar dalam ajaran sosial Gereja Katolik. Keadilan melibatkan pemberian hak-hak yang pantas kepada setiap orang dan memastikan bahwa sumber daya dan kekayaan dunia digunakan untuk kepentingan bersama.

Hal ini ditegaskan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 1928): “Masyarakat menjamin keadilan sosial, apabila ia berusaha bahwa perhimpunan-perhimpunan dan masing-masing manusia dapat memperoleh apa yang menjadi hak mereka menurut kodrat dan panggilannya. Keadilan sosial berhubungan dengan kesejahteraan umum dan pelaksanaan wewenang.”

Damai Sejahtera dalam Komunitas

Kitab Suci mengajarkan bahwa perdamaian tidak hanya bersifat individual, tetapi juga bersifat komunal. Masyarakat yang hidup damai adalah masyarakat yang didasarkan pada kerja sama, saling pengertian, dan dukungan terhadap sesama. Damai sejahtera dalam komunitas merupakan cerminan dari kerja sama antara anggota masyarakat.

Dalam suratnya yang pertama kepada umat di Korintus, Rasul Paulus menegaskan, “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir,” (1 Kor 1: 10).

Damai yang sejati hanya berasal dari Tuhan. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu,” (Yoh 14: 27).

Selanjutnya, damai mampu memberi ketenangan bagi manusia pada saat menghadapi kesulitan. Dalam hal ini, Yesus menegaskan, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia,” (Yoh 16: 33).

Pengampunan dan Rekonsiliasi

Konsep pengampunan dan rekonsiliasi adalah elemen penting dalam Kitab Suci Katolik. Pengampunan tidak hanya ditujukan kepada Tuhan, tetapi juga antarmanusia. Sakramen Rekonsiliasi atau Pengakuan Dosa adalah sarana yang diberikan Gereja untuk membantu umat dalam mengalami pengampunan dan rekonsiliasi.

“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatkannya,” (Mat 18: 15).

“Sebab jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga. Tetapi, jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kamu,” (Mat 6: 14-15).

Gereja Katolik mengajarkan pentingnya pengampunan dan rekonsiliasi dalam menciptakan perdamaian. Meminta maaf, memberikan maaf, dan saling mendoakan merupakan langkah-langkah penting dalam memperbaiki hubungan yang terganggu. Hal ini terungkap dengan jelas dalam KGK 2844 sebagai berikut.

“Doa Kristen malahan mengampuni musuh-musuh (Bdk. Mat 5:43-44). Ia mengubah murid, dengan menjadikannya serupa dengan Guru-Nya. Pengampunan adalah suatu puncak doa Kristen. Karena itu, hanya hati yang sesuai dengan belas kasihan ilahi, dapat menerima anugerah doa di dalam dirinya. Pengampunan membuktikan juga bahwa di dunia kita ini cinta lebih kuat daripada dosa. Para martir pada masa lampau dan dewasa ini memberikan kesaksian ini untuk Yesus. Pengampunan adalah syarat utama untuk perdamaian (Bdk. 2 Kor 5:18-21) anak-anak Allah dengan Bapa-Nya dan di antara manusia satu sama lain.”

Menyelesaikan Konflik dengan Damai

Kitab Suci menegaskan pentingnya menyelesaikan konflik secara damai dan menghindari tindakan kekerasan. Yesus Kristus sebagai teladan damai mengajarkan agar konflik diselesaikan dengan cinta dan kebenaran.

“Jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu,” (Mat 5: 23-24).

Tindakan damai membawa transformasi yang sejati dan membangun jembatan antarmanusia. “Datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: ‘Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?’ Yesus berkata kepadanya: ‘Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali,” (Mat 18: 21-22).

Keterlibatan dalam Keadilan Sosial

Isu keadilan menjadi topik paling banyak dibicarakan di ruang diskusi. Sebagai bagian dari persekutuan sosial, Gereja Katolik mendorong umatnya untuk terlibat dalam usaha keadilan sosial. Ini melibatkan perjuangan melawan ketidaksetaraan, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial. Gereja mengajarkan bahwa menciptakan perdamaian juga berarti berjuang untuk keadilan di masyarakat.

Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh keadilan, namun kenyataannya keadilan menurut hukum mengalami kepincangan. Semua orang berjuang untuk dirinya, namun hendaklah tidak mengabaikan kepentingan orang lain, terutama mereka yang membutuhkan bantuan.

“Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia,” (Yak 1: 27).

“Sebab Tuhan, Allahmulah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu ataupun menerima suap; yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian,” (Ul 10: 17-18).

Pemeliharaan Lingkungan Hidup

Perlindungan lingkungan hidup adalah tanggung jawab moral dalam ajaran Katolik. Gereja mengajarkan bahwa umatnya memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat ciptaan Tuhan, termasuk lingkungan. Mengelola sumber daya alam dengan bijaksana adalah langkah konkret dalam menciptakan perdamaian dengan alam.

“Bumi berkabung dan layu, dunia merana dan layu, langit dan bumi merana bersama. Bumi cemar karena penduduknya, sebab mereka melanggar undang-undang, mengubah ketetapan dan mengingkari perjanjian abadi. Sebab itu sumpah sarapah akan memakan bumi, dan penduduknya akan mendapat hukuman; sebab itu penduduk bumi akan hangus lenyap, dan manusia akan tinggal sedikit,” (Yes 24: 4-6).

Pengetahuan tentang Tuhan dan karya-karya-Nya dapat ditemukan dalam memahami tumbuhan, hewan, dan lingkungan. Sudah sepantasnya kita belajar dari lingkungan hewan dan margasatwa.

“Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran, kepada burung di udara, maka engkau akan diberinya keterangan; atau bertuturlan kepada bumi, maka engkau akan diberinya pengajaran, bahkan ikan di laut akan bercerita kepadamu. Siapa di antara manusia itu yang tidak tahu, bahwa tangan Allah yang melakukan itu; bahwa di dalam tangan-Nya terletak nyawa segala yang hidup dan nafas setiap manusia?” (Ayb 12: 7-10).

Tuhan meminta agar manusia menjadi bagian dari lingkungan dan memeliharanya. “Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku. Di seluruh tanah milikmu haruslah kamu memberi hak menebus tanah,” (Im 25: 23-24).

Doa dan Pertobatan

Doa adalah sarana penting dalam rangka menciptakan perdamaian. Melalui doa, umat Katolik mencari petunjuk dan kekuatan dari Tuhan untuk menjalani hidup dengan damai.

“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu,” (Luk 6: 27-28).

Pertobatan (termasuk pertobatan ekologis) merupakan langkah penting untuk merestorasi hubungan yang rusak, baik dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia.

“Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan,” (1Yoh 1: 8-9).

Lebih dari itu kita dituntut oleh Yesus untuk mendoakan musuh atau orang yang tidak sepaham,

“Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar,” (Mat 5: 44-45).

Penutup

Dalam ajaran Katolik, perdamaian bukan hanya sekadar ketiadaan konflik, melainkan juga mencakup keadilan, kasih, rekonsiliasi, dan tanggung jawab terhadap ciptaan Tuhan.

Diperlukan kesadaran akan akar penyebab konflik, upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan, dan tekad untuk membangun perdamaian yang berkelanjutan. Dengan menjalankan nilai-nilai kemanusiaan, kita dapat mengarahkan dunia menuju masa depan yang lebih damai dan berkeadilan.

Gereja Katolik mengajarkan bahwa menciptakan perdamaian adalah panggilan dan tanggung jawab setiap umat. Dengan menghayati prinsip-prinsip ini, umat Katolik diharapkan menjadi alat perdamaian dunia dan/atau lingkungan sekitar, dan mencerminkan kasih dan keadilan Kristus.

Penulis: Agustinus Gereda

Alumnus STFK Ledalero, Flores, NTT (1986) dan UNHAS Makassar (2010). Kini dosen tetap Universitas Musamus Merauke, membantu di STK St. Yakobus Merauke.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *