Bangun Gereja Santa Theresia Buti! Etnis Asmat Tak Tanggung-Tanggung Sumbang Uang Rp100 Juta, Semen 500 Sak, Seng 500 Lembar dan Satu Set Alat Musik

Laporan Utama821 views

Merauke, Suryapapua.com-Dalam perayaan Misa Inkulturasi Etnis Asmat di Gereja Katolik Santa Theresia Buti Minggu (31/08/2025), Apolo Safanpo selaku perwakilan Etnis Asmat di Kabupaten Merauke yang juga Gubernur Papua Selatan,  akan memberikan dan atau menyerahkan sejumlah bantuan.

Bantuan dalam bentuk uang tunai senilai Rp 100 juta, juga semen 500 sak, seng 500 lembar guna  persiapan pembangunan Gereja Katolik Santa Theresia Buti yang baru.

Hal itu disampaikan Apolo Safanpo saat perayaan Misa Inkulturasi Etnis Asmat di Paroki Santa Theresia Buti yang dipadati 1.000-an umat.

Selain  dana serta sejumlah bahan bangunan itu, akan diberikan satu set alat musik untuk gereja yang langsung dihantar besok pagi.

“Ini adalah bagian dari kami masyarakat Asmat di Kabupaten Merauke sekaligus dukungan penuh untuk pembangunan Gereja Katolik Santa Theresia Buti,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Apolo Safanpo juga memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Simon Petrus Matruty yang menginisiasi terselenggaraknya misa inkulturasi yang sudah berjalan beberapa pekan terakhir.

Taat Hirarki

Tokoh Asmat di Merauke, Apolo Safanpo sedang berikan sambutan – Surya Papua/Frans Kobun
Tokoh Asmat di Merauke, Apolo Safanpo sedang berikan sambutan – Surya Papua/Frans Kobun

Lebih lanjut Apolo Safanpo mengungkapkan, para ilmuwan-sejarahwan mengakui bahwa organisasi terbesar di seluruh dunia adalah Gereja katolik. Dimana seluruh anggota organisasi itu, sangat taat kepada hirarki organisasi dimaksud.

Jadi, ciri-khas Umat Katolik adalah ketaatan serta kesetiaan kepada hirarki.

Olehnya, stabilitas alam semesta maupun negara, daerah serta keluarga sesungguhnya terletak pada ketaatan terhadap hirarki.

“Hirarki itu bertingkat. Semua makhluk di semesta alam mengakui bahwa hirarki tertinggi adalah Tuhan. Orang pertama yang tidak taat kepada hirarki adalah lusifer-iblis diikuti pengikutinya,” ujarnya.

“Kita harus taat terhadap setiap kepala hirarki di setiap jenjang. Dalam semesta alam di kehidupan, ada  hirarki  yang mutlak yakni Tuhan sendiri,” tegasnya.

Sementara dalam negara, pemerintahan entah di provinsi, kabupaten hingga distrik dan kampung terdapat hirarki yang harus dipatuhi. Bahkan hirarki terkecil dalam kehidupan adalah keluarga.

“Dalam keluarga, kita harus tahu posisi. Kita ini sebagai suami kah atau isteri atau anak. Kalau posisi saya sebagai anak, cara berbicara kepada adik saya, tentu tak sama,” ujarnya.

“Begitu juga kalau posisi  saya sebagai isteri, cara berbicara dan cara berlaku kepada suami harus berbeda. Kalau kita setia dan taat terhadap setiap hirarki dalam kehidupan entah di kantor, tempat kerja maupun keluarga, kehidupan akan damai-sejahtera serta tenteram dan hati bahagia,” tandasnya.

Sebaliknya jika tidak taat kepada hirarki, dimanapun berada, maka yang akan timbul adalah kekacauan, kerusakan, kehancuran serta kebinasaan.

“Saya ajak umat Katolik kita tetap menjaga ciri kita yakni setia dan menghormati hirarki kita dimanapun berada,” pintanya.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *