Merauke, Suryapapua.com– Suasana hening. Di depan microfon (diatas podium), sesaat setelah menyapa puluhan calon mahasiswa S1 dan S2 bersama orangtua serta pejabat yang hadir, tak ada suara keluar dari mulutnya.
Dia terdiam-menunduk selama beberapa menit. Tak disangka, buliran air mata itu keluar (jatuh) membasahi pipinya. Dengan suara sedikit ‘gemetar’ meminta tissue di atas meja dari pimpinan Papua Language Institut (PLI), Samuel Tabuni.
Belum ada suara keluar pula. Sambil mengusap air matanya, ia masih tertunduk di atas podium. Para orangtua dan puluhan calon mahasiswa S1 dan S2 ikut merasa sedih hingga meneteskan air mata.
Setelah kuat, akhirnya perlahan ia mengangkat muka dan bersuara kepada puluhan orang di dalam auditorium kantor bupati itu.
Adalah Bupati Merauke, Romanus Mbaraka ketika memberikan sambutan sekaligus melepas secara resmi puluhan anak Marind yang akan kuliah ke Amerika dan Rusia Selasa (20/12).
“Pesan saya, adik-adik harus kuliah. Sepenggal kalimat itu terucap dari bibirnya, namun sesaat kemudian, dia (Romanus Mbaraka;red) terdiam dan meneteskan air mata lagi.”
Beberapa lembar tissue diambilnya sekaligus mengusap buliran air mata yang jatuh. Lalu kembali melanjutkan pidato sekaligus pesan dan atau nasehat kepada puluhan anak Marind.
“Ingat, tidak ada cara lain untuk maju, kecuali sekolah. Coba adik-adik lihat orangtua di samping kanan. Mereka tak punya apa-apa,” katanya.
Jadi, lanjut Bupati Mbaraka, adik-adik harus kuliah. “Kamu semua tak pernah tahu akan sampai ke Amerika Serikat dan Rusia. Hanya Tuhan Yesus yang membuat perutusan dan pengurapan ini kepada adik-adik,” ungkapnya.
Sebagai bapak, kakak dan pemimpin di daerah ini, pintanya, kekurangan yang dialami dan dirasakan selama ini, agar ditinggalkan di Merauke. Kalian pergi untuk kuliah di sejumlah perguruan tinggi di dua negara tersebut dan harus pulang membawa ijazah.
“Ingat, orangtua tak punya uang banyak menyekolahkan kamu semua. Tetapi ada cinta Tuhan Yesus nyata bagi hidup kalian,” jelasnya.
Bupati Mbaraka menegaskan, orang Marind itu majunya susah sekali. Hanya satu dua yang muncul.
“Pada periode pertama memimpin (2011-2016), saya mengirim anak-anak Marind kuliah ke Jerman, hanya semua putus dan pulang ke kampung,” katanya.
“Hari ini saya kirim puluhan lagi anak Marind kuliah ke Amerika Serikat dan Rusia. Tuhan Yesus sayang kalian semua dan harus pulang membawa ijazah,” ujarnya mengingatkan.
Alasan Bupati Mbaraka gigih menyekolahkan anak Marind hingga ke luar negeri, karena percaya kepada Tuhan Yesus. Ini ada pengalaman yang dialaminya untuk bisa dibagi sebagai pegangan bagi adik-adik.
“Dulu saya mau kuliah, mama bilang kita tidak punya uang. Tetapi pesan mama lagi, kalau kau belajar sungguh sungguh dan nilaimu baik dari sesama temannmu di kelas, banyak mata akan melihatmu untuk membiayai,” katanya.
Selain pesan orangtua demikian, saat hendak pergi kuliah ke Manado, prinsip orang Kimaam selalu terpatri dalam sanu-bari Romanus Mbaraka.
Dimana istilah sekali tokong perahu di jalan bob (sungai kecil dengan hanya satu kaki), perahu tak bisa diputar pulang di tengah, harus sampai ke kampung yang dituju.
Jadi, sekali tokong perahu, tidak akan putar di tengah. Harus sampai sebelum matahari tenggelam. Itu prinsip orang Kimaam.
“Pesan saya kepada adik-adik, pergi untuk kuliah, tak boleh ada pikiran kampung. Tanah Marind tidak akan berubah,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Bupati Mbaraka mengaku, dirinya meneteskan air mata, karena andai -kata itu dialaminya seperti sekarang, dimana orangtuanya juga tak punya apa-apa.
“Saya yakin adik-adik pasti merasakan. Ingat gunakan kesempatan yang ada dengan baik. Karena kesempatan tak akan pernah terulang lagi,” pintanya.
Berangkatlah Sebagai Ksatria Anim Ha
“Ingat bahwa tidak semua pemimpin bisa mengurus pendidikan. Proyek besar dan lain-lain bisa diurus. Tetapi kalau urus pendidikan, sedikit orang. Karena pendidikan itu investasi dan biaya besar serta waktunya panjang,” ungkapnya.
Pendidikan diibaratkan seperti orang Marind menanam kelapa, dimana lima tahun baru berbuah. Belajarlah dari pohon kelapa dan sagu. Tantangannya besar sekali. Kalau pohon tak dibersihkan, tumbuhnya pun tak subur.
Sebaliknya ketika pohon sagu dirawat baik, tepungnya banyak saat dipangkur , karena sagu subur.
Adik-adik semua dipilih Tuhan. Ini kesempatan sangat baik didapatkan di saat akan merayakan Natal menyambut kelahiran Tuhan Yesus.
“Hari ini resmi saya lepas adik-adik. Saya percaya kalian berhasil dengan membawa pulang ijazah. Dunia sekarang sudah kecil, tidak seperti dulu. Orang kalau pintar bisa bekerja di seluruh dunia,” katanya.
Bupati Mbaraka berpesan kepada anak-anak agar tak membuat malu orang Marind maupun orangtua. Berangkat sebagai seorang ksatria Anim Ha dan pulang membawa hasil.
“Saya mengulang apa yang disampaikan Pak Samuel Tabuni, orang Marind tak boleh seperti orang Betawi. Jangan sampai besok kalian jadi penonton bahkan tersingkir di atas tanah sendiri,” katanya.
Di atas tanah Marind, hanya orang sekolah yang bisa bersaing, kalau tak sekolah tak bisa bersaing.
“Tetapi saya percaya kalian pasti bisa. Sekolah atau kuliah sekarang tidak lama, kalau anda pintar, kuliah di luar negeri hanya 3-4 tahun sudah selesai,” ujarnya.
“Sekali lagi, kuliah dengan baik dan harus bawa pulang ijazah. Tinggalkan semua yang kurang. Adik-adik yang masih miras, stop sudah. Lalu berhenti yang namanya pacaran. Saatnya fokus belajar di luar negeri,” katanya.
Kalian adalah duta bagi orang Marind. Ingat, dari sekian banyak orang Marind, anda terpilih kuliah ke Amerika Serikat dan Rusia, Tuhan sangat baik untuk kalian.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun