Merauke, Suryapapua.com– Masyarakat di sebelas kampung di Distrik Waan, Kabupaten Merauke mengalami musibah, setelah air pasang disertai banjir ‘menyapu’ tanaman mulai dari umbi-umbian, pisang dan sejumlah tanaman lainnya.
Selain itu, perumahan warga ikut terendam dengan ketinggian antara 85 centimeter hingga satu meter. Dengan kondisi demikian, masyarakat tak bisa berbuat banyak. Karena dipastikan cadangan makanan tak ada. Sehingga perlunya perhatian serius Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Merauke.
Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Merauke, Dominikus Ulukyanan ketika dihubungi Surya Papua melalui telpon selulernya Minggu (12/12) mengatakan, dirinya baru pulang dari Distrik Waan melihat kondisi di sejumlah kampung, setelah terjadi air pasang.
Menurut Dominikus, biasanya air pasang disertai banjir, terjadi bulan Pebruari. Namun kali ini lebih cepat, sehingga hasil kebun masyarakat yang telah ditanam, dipastikan rusak akibat terendam air laut.
“Memang musibahnya datang lebih cepat. Jadi umbi-umbian, pisang dan tanaman lain, terendam dan rusak. Selain itu, rumah-rumah warga juga ikut terendam dan sampai sekarang air tak kunjung surut,” ujarnya.
Dikatakan, air naik disertai banjir akibat hujan deras terjadi sejak 6 Desember 2021 lalu. Dan, kondisi tahun ini lebih parah. Dimana dengan musibah itu, masyarakat tak memiliki cadangan makanan.
“Harusnya pada Januari masyarakat sudah bisa panen sekaligus menyimpan di lumbung masing-masing untuk dijadikan cadangan makanan. Sekaligus mengantisipasi banjir serta air pasang bulan Pebruari. Tetapi justru datangnya musibah lebih cepat,” ujarnya.
Kampung-kampung Di Distrik Waan yang mengalami musibah itu diantaranya Kampung Yawasir, Konorau, Waan, Tor, Kladar, Sabon Wetau, Sibenda Wantarma, Kawe serta Komolom.
“Saya sudah melaporkan musibah tersebut kepada Bupati Merauke, Romanus Mbaraka,” ungkapnya.
Ditambahkan, semua orang perlu memahami bahwa musibah yang hampir setiap tahun dialami masyarakat di Distrik Waan, sesungguhnya bukan menjadi beban bagi pemerintah. Tetapi bahwa pembangunan yang belum menyentuh secara baik kepada orang asli Papua disana.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun