Seorang Guru Etika Terbaik, Bernama: Ibu

Opini394 views

KITA sering melihat pemandangan di mana seorang ibu memarahi anaknya yang masih kecil karena melakukan kesalahan, misalnya: ibu memarahi anaknya ketika mengambil atau merampas mainan milik temannya; ada juga ibu yang memukul pelan tangan anaknya karena si anak mengkasari teman bermainnya dengan memukul atau mendorong teman bermainnya hingga jatuh.

Pada pemandangan lainnya, seorang ibu secara lisan menasehati anaknya tentang hal yang buruk; yang tak boleh dilakukan dan tentang hal yang baik yang wajib dilakukan. Misalnya, seorang ibu menasehati anaknya untuk tidak boleh mencuri, sembari menyertakan wejangan yang mewajibkan anaknya untuk menjaga sikap sopan terhadap orang yang lebih tua, dan hal-hal mendidik lainnya.

Contoh pemandangan ‘sederhana’ ibu dan anak yang sering kita lihat itu, memberikan banyak makna yang ‘tidak sederhana’ setidaknya yang dapat kita lihat atau nilai dari beberapa sudut pandang disiplin ilmu pendidikan. Misalnya sudut pandang psikologi pendidikan, antropologi-budaya, sudut pandang agama dan sudut pandang pendidikan etika/moral yang menjadi sudut pandang utama dari pembahasan ini.

Maka dari itu, patutlah untuk kita pahami secara garis besar apa itu etikaatau moral terlebih dahulu. Kata “Etika” dan kata “Moral” adalah dua kata yang berbeda secara etimologi (asal-usul kata) namun  sama arti yaitu  adat, kebiasaan. Kata “Etika” berasal dari bahasa Yunani, dari kata: ethos dalam bentuk jamak: ta etha, sedangkan kata “Moral” berasal dari bahasa Latin, dari kata: Mos yang dalam bentuk jamak: mores.

Kamus besar bahasa Indonesia sendiri  mendefenisikan kedua kata tersebut dengan arti yang kurang lebih sama yaitu: ilmu atau ajaran tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Sehingga pengertian etika atau moral yang sekurang-kurangnya relevan untuk kita bahasakan adalah  nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Kembali ke contoh awal, dari sudut pandang ilmu etika, tindakan sederhana dari seorang ibu (sesuai contoh), telah memenuhi unsur-unsur yang menjadikan tindakan tersebut masuk dalam kategori edukasi etika atau moral.

Unsur pertama yang dianggap terpenuhi adalah menyangkut pendidikan nilai moral. Dikatakan bahwa setiap tindakan mempunyai nilai atau bobot moralnya sendiri-sendiri. Nilai atau bobot moral ini akan kelihatan jika salah satu nilai dari tindakan tersebut mempengaruhi nilai yang lain.

Misalnya nilai kejujuran merupakan suatu nilai moral, tapi kejujuran itu sendiri harus diterapkan pada nilai lain, misalnya nilai ekonomi (contoh: seorang anak harus jujur, tidak boleh mengambil barang atau uang yang bukan miliknya).

Nasehat sederhana dari sang ibu (dalam contoh jangan mencuri) memberikan didikan tentang nilai moral yang positif bagi perkembangan etika atau moral anaknya sejak kecil.

Unsur kedua adalah norma moral. Norma moral adalah suatu penentu apakah perilaku kita baik atau buruk dari sudut etis. Tindakan yang dibenarkan dalam norma moral adalah tindakan-tindakan yang tidak merugikan orang lain atau tidak menyebabkan pihak lain mengalami kerugian (contoh: mencuri/korupsi adalah tindakan yang salah menurut norma moral, karena pihak yang dicuri mengalami kerugian secara ekonomi).

Kembali lagi kita mengingat contoh di awal, larangan seorang ibu kepada anaknya untuk tidak memukul atau mendorong temannya hingga terjatuh adalah larangan untuk mencegah seseorang melakukan tindakan yang menurut norma moral adalah salah. Karena dari tindakan itu menyebabkan kerugian (kesakitan) pada pihak yang dipukul atau didorong hingga jatuh tadi.

Dalam konteks pendidikan etika, larangan dan wejangan dari sang ibu merupakan pengedukasian norma moral yang positif dalam usaha meningkatkan kualitas moral anaknya sedini mungkin. Sehingga dapat kita katakan bahwa sedang terjadi proses “Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM)” ilmu Etika pada situasi tersebut.

Dalam konteks budaya ketimuran kita, yang di mana sangat mengedepankan perilaku sopan, santun dan beradab. Contoh  sederhana tentang tindakan (mendidik) seorang ibu kepada anaknya yang sering kita lihat, mungkin atau bahkan pasti sama dengan yang terjadi di saat ibu kita, mendidik kita pada masa lalu (kecuali dalam situasi khusus, misalnya: yatim piatu, atau situasi lainnya).

Sehingga secara langsung atau tidak langsung, para ibu dapat dikatakan sebagai salah satu  penentu kualitas moral dari setiap orang (kecuali situasi khusus berlaku). Karena jika hipotesis premis pertama adalah  setiap orang memiliki ibu, maka hipotesis pada premis selajutnya adalah setiap orang mendapatkan pengajaran etika/moral dari ibunya.

Uniknya adalah seorang ibu  yang hanya dengan modal  warisan pengetahuan lisan dari generasi sebelumnya, tanpa harus mengikuti mata kuliah atau latihan kursus mengajar etika, mampu  menguasai pengetahuan etika dengan baik dan melestarikan pengetahuan itu dalam bentuk sebuah tindakan pendidikan yaitu  transfer ilmu atau mengajar-kan-nya kembali.

Mungkin saja beberapa ibu tidak mampu menjelaskan pendidikan aljabar atau bahasa Inggris dengan baik kepada anaknya, karena tidak semua ibu mengecapi bangku sekolah. Namun untuk mengajarkan etika atau moral atau budi pekerti adalah hal yang mampu mereka lakukan dengan baik. Seharusnya para ibu berhak mendapatkan penghargaan atas kepedulian mereka terhadap pendidikan etika atau moral.

Jikalau secara resmi tak ada penghargaan untuk hal tersebut, maka penghargaan itu  harus datang dari kita sebagai anak dengan terus melakukan tindakan-tindakan yang tidak menentang norma-norma moral dan tidak pula mengotori nilai-nilai moral di masyarakat (sesuai yang telah diajarkan ibu kepada kita).

Dengan kita melakukan hal-hal yang buruk secara etika atau moral, misalnya korupsi, mencuri, dan tindakan tak bermoral lainnya, mungkin saja akan menyakiti hati ibu kita sendiri, karena merasa gagal dalam mengajarkan etika pada anaknya. Maka marilah kita mencintai ibu kita dengan cara yang sederhana  yaitu dengan tidak melakukan perbuatan yang tidak bermoral!

Tulisan ini saya persembahkan kepada semua ibu atas dedikasi kontinuitas mereka dalam meningkatkan kualitas moral generasi penerus bangsa dengan cara mereka sendiri. Dan juga atas ketidaklelahan, serta komitmen mereka dalam pendidikan etika secara mendasar, khususnya kepada ibu kami, terima kasih dan selamat ulang tahun, 20 Oktober 1960.

Penulis :                                                                                                       

Raffael SB. Bin Ola,S.Fil, M.Pd

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *