Merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus

Opini424 views

MINGGU 19 Juni 2022,  Gereja Katolik di seluruh dunia merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Umat di Keuskupan Agung Merauke terutama beberapa paroki yang ada di wilayah Kevikepen Merauke akan melaksanakan komuni pertama atau sambut baru.

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus telah ditetapkan sebagai perayaan resmi gereja sejak abad ke-13. Hari raya ini dirayakan pertama kali oleh para imam dan umat beriman di Gereja St Martin, Liège.

Lalu sejak tahun 1970, Konferensi Uskup menetapkan Hari Raya Corpus Christi (Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus) di Indonesia dipindahkan pada Minggu sesudah Hari Raya Tritunggal Mahakudus.

Gereja mengundang kita melalui ajarannya, seperti dinyatakan dalam Kitab Hukum Kanonik, “Umat beriman Kristiani hendaknya menaruh hormat yang sebesar-besarnya terhadap Ekaristi Mahakudus dengan mengambil bagian aktif dalam perayaan kurban mahaluhur itu, menerima sakramen dengan penuh bakti dan kerap kali, serta menyembah-sujud setingggi-tingginya.” (Kan 898).

Hari raya ini bertujuan supaya umat Allah menyatakan puji dan syukur kepada Allah karena kehadiran nyata Yesus Kristus dalam ekaristi kudus. Yesus menyebutkan tiga alasan mengapa dirayakan hari khusus untuk menghormati Tubuh dan Darah-Nya.

Pertama, agar iman akan Sakramen Mahakudus diperteguh, terutama apabila orang jahat menyerang misteri ini di kemudian hari.

Kedua, agar umat beriman diperkuat dalam mencapai kesempurnaan melalui kasih mendalam dan sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus.

Ketiga, agar dengan hari raya ini dan cinta kasih yang ditujukan kepada Sakramen dari altar, silih dilakukan bagi penghinaan dan kurangnya rasa hormat terhadap Sakramen Mahakudus.

Dalam perayaan ekaristi,  Yesus sungguh hadir secara istimewa dalam rupa roti dan anggur. Saat imam yang bertindak secara in persona christi (dalam pribadi Kristus) mengucapkan doa syukur agung, roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, berkat kuasa Allah dan daya Roh Kudus.

Karena roti dan anggur telah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, maka pada saat elevasi (roti dan anggur di angkat), imam mengatakan,”Inilah Tubuh-Ku- Inilah Darah-Ku.”

Perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus ini disebut transubstansiasi yaitu berubahnya substansi roti dan anggur  hari raya Tubuh dan Darah Kristus telah ditetapkan sebagai perayaan resmi gereja sejak abad ke-13.

Hari  raya  ini dirayakan pertama kali oleh para imam dan umat beriman di Gereja St Martin, Liège. Sejak tahun 1970. Konferensi Uskup menetapkan  hari raya Corpus Christi (Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus) di Indonesia dipindahkan pada hari Minggu, sesudah Hari Raya Tritunggal Mahakudus.

Paus Yohanes Paulus II, mengutip St. Cyrilus, menegaskan, dalam roti dan anggur, janganlah hanya melihat unsur alamiah, sebab Tuhan telah tegas menyatakan bahwa itu adalah Tubuh dan Darah-Nya. Iman memastikan bagimu, kendati indera menunjuk yang lain” (EE 15).

Dalam setiap bagian dari roti dan dalam setiap tetes anggur, Kristus hadir. Maka, kita dapat menerima Kristus di dalam rupa roti saja atau anggur saja, atau keduanya bersamaan.

Melalui komuni suci, kita menerima seluruh Yesus Kristus : Diri-Nya, Sabda-Nya, Karya-Nya, nasib-Nya (penderitaan-wafat-kebangkitan-Nya), dan tentu saja karya penyelamatan-Nya bagi kita.

Karena Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi, maka kita harus menghormati Sakramen Mahakudus, entah yang akan kita terima saat komuni, yang disimpan di tabernakel, diarak dalam prosesi atau yang ditahtakan untuk adorasi.

Pada waktu menyambut komuni, persiapkan diri dengan doa secukupnya dalam hati. Nah, melalui roti dan anggur yang sudah dikonsekrir menjadi Tubuh dan Darah-Nya, Yesus berkenan menjadi santapan rohani bagi kita dan dengan demikian, Ia menjamin kehidupan dan keselamatan kita sampai selama-lamanya.

Perintah Tuhan, “Perbuatlah ini untuk mengenangkan Daku.” Ini mengandung dua makna. Pertama, kita diajak untuk tekun, setia merayakan Ekaristi.

Kedua, kita diajak hidup secara ekaristis. Hidup secara ekaristis berarti kita menjadi seperti roti dan anggur ekaristi yang diambil, diberkati, dipecah-pecah dan dibagikan.

Kita membiarkan diri kita diambil dan diberkati, kemudian dipecah-pecah untuk dibagikan kepada sesama.

Dengan demikian, kita diajak untuk berbagi tenaga, waktu, pemikiran, ilmu, keterampilan, harta benda, dan lain-lain sebagai wujud pelayanan dan kasih kepada Tuhan dan sesama.

Yang patut kita refleksikan adalah bagaimana sikapku terhadap Sakramen Ekaristi? Ada beberapa keprihatinan seperti  masih ada umat yang datang terlambat dan pulang lebih cepat, saat liturgi sabda masih ada umat tidak menerima pewartaan sabda secara utuh (asyik ngobrol, aktivasi handphone secara diam-diam, memberi makan anak dan lain-lain), etika berbusana ketika ke gereja.

Perayaan Ekaristi merupakan liturgi resmi gereja. Dimana perayaan misteri Paskah Kristus – yakni penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya dihadirkan kembali dalam rasa syukur dan sekaligus mendatangkan penebusan, pengudusan dan keselamatan secara nyata.

Kita mohon rahmat khusus agar kita semakin menghormati ekaristi dengan merayakannya sesering mungkin, dengan persiapan dan penghayatan yang baik serta dengan buah yang nyata dalam hidup sehari-hari. Tuhan memberkati. Amin.

Hidup secara ekaristis, berarti kita menjadi seperti roti dan anggur ekaristi yang diambil, diberkati, dipecah-pecah dan dibagikan. Kita membiarkan diri kita diambil dan diberkati, kemudian dipecah-pecah untuk dibagikan kepada sesama.

Dengan demikian, kita diajak untuk berbagi tenaga, waktu, pemikiran, ilmu, ketrampilan, harta benda, dan lain-lain sebagai wujud pelayanan dan kasih kepada Tuhan dan sesama.

Perayaan ekaristi merupakan liturgi resmi gereja di mana perayaan misteri Paskah Kristus – yakni penderitaan, wafat dan kebangkitan-Nya dihadirkan kembali dalam rasa syukur dan sekaligus mendatangkan penebusan, pengudusan dan keselamatan secara nyata.

Kita mohon rahmat khusus agar kita semakin menghormati ekaristi dengan merayakannya sesering mungkin, dengan persiapan dan penghayatan yang baik serta dengan buah yang nyata dalam hidup sehari-hari.

Semoga umat Katolik di Keuskupan Agung Merauke mau dan mampu menghayati peran Kristus dalam pengorbanan-Nya di kayu salib. Dan inilah ciri khas umat Katolik. Semoga Allah selalu memberkati.

Penulis : Ludgerus Waluya Adi, S.Ag

Guru SD YPPK St. Theresia Buti Merauke

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *