Sukacita Menyelimuti Umat! Akhirnya Uskup Mandagi Letakan Batu Pertama Pembangunan Gereja Santa Theresia Buti

Laporan Utama199 views

Merauke, Suryapapua.com– Sukacita menyelimuti ratusan umat Paroki Santa Theresia Buti, setelah Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC melakukan peletakan batu pertama pembangunan Gereja Peradaban Buti yang baru.

Dari pantauan suryapapua.com Sabtu (04/09/2025), sebelum kegiatan peletakan batu pertama, didahului perayaan singkat dipimpin langsung Uskup Mandagi di halaman tempat kegiatan pembangunan  gereja (bagian belakang Gereja Buti sekarang).

Selain peletakan batu pertama oleh Uskup Mandagi, juga Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, Bupati Merauke, Yoseph Bladib Gebze, Sekretaris Daerah Provinsi Papua Selatan,Ferdinandus Kanakaimu  Ketua Majelis Rakyat Papua Selatan (MRPS), Damianus Katayu, Wakil Ketua DPRPS, perwakilan pemilik tanah, Ketua Lembaga Marind-Imbuti serta sejumlah perwakilan lain.

Sesuai tradisi, dilakukan seremoni adat terlebih dahulu  dengan memukul seekor babi, sekaligus darahnya ditumpah di lubang tempat peletakan batu pertama dilakukan.

Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC dalam khotbah singkatnya mengatakan,” Tanpa Tuhan, kita tak bisa berbuat apa-apa. Dialah kekuatan serta sandaran hidup kita.”

Prosesi adat masyarakat Marind dengan memukul seekor babi dan darahnya diteteskan di tempat peletakan batu pertama – Surya Papua/Frans Kobun
Prosesi adat masyarakat Marind dengan memukul seekor babi dan darahnya diteteskan di tempat peletakan batu pertama – Surya Papua/Frans Kobun

Olehnya, lanjut Uskup Mandagi, peletakan batu pertama ini,  membuat umat Paroki Santa Theresia Buti dapat  menyerahkan diri kepada Tuhan.

“Tanpa campur tangan Tuhan, tidak bisa jalan kegiatan pembangunan gereja. Dengan peletakan batu pertama, menunjukkan bahwa Tuhan-lah batu pertama kehidupan kita,” ungkapnya.

Gedung gereja, demikian Uskup Mandagi  adalah lambang dari gereja sejati. Jadi, gereja yang dibangun menunjuk kepada gereja sejati.

Gereja sejati, katanya,  menuju kepada umat agar berdoa kepada Tuhan. Dimana ada liturgi dan doa–disitu ada gereja. Gereja mati kalau orang tak berdoa lagi.

Tanpa kesaksian hidup, gereja akan mati. Gereja disini  akan mati kalau umat tak memberikan kesaksian dalam hidup, cinta serta kesaksian tentang Kristus.

“Lalu gereja itu menuju kepada kepedulian. Gereja tanpa arti kalau umatnya tak peduli dan  bersikap egois,” tegasnya.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *