Soal Aksi Demonstrasi Masyarakat Kimahima dan Maklew Tolak Investasi Tebu di Kimaam, Bupati Merauke: ‘Belum ada Satupun Izin Lokasi Dikeluarkan’

Laporan Utama1,058 views

Merauke, Suryapapua.com– Sehubungan dengan aksi demonstrasi yang dilakukan ratusan masyarakat adat Kimahima (Kimaam) dan Maklew (Ilwayab)  terkait penolakan investasi tebu di Pulau Kimaam, langsung ditanggapi Bupati Merauke, Romanus Mbaraka.

Saat dihubungi Surya Papua melalui telpon selulernya dari Merauke ke Jakarta Jumat (14/06/2024) malam, Bupati Mbaraka menegaskan, berdasarkan tata ruang  daerah,  Pulau Kimaam berada pada posisi  HPK dan hutan lindung.

Dengan demikian, untuk investasi agak sulit dan atau  tidak bisa. Karena merupakan daerah mangrove.

Berikutnya, jelas Bupati Mbaraka, belum ada satupun izin lokasi bahkan belum ada pemberitahuan  dari kementerian  baik Kementerian Investasi maupun Kementerian Pertanian atau departemen mana saja tentang alokasi yang menjadi fokus investasi  untuk wilayah Kimaam dan Maklew (Ilwayab).

Tapi, demikian Bupati Mbaraka,  dalam tata ruang, untuk perwilayaan potensial-komoditas, itu ada- begitu. Namun bukan  serta merta investasi jalan.

“Saya tegaskan bahwa sampai hari ini, tidak ada satupun izin untuk investasi  tebu  maupun perusahan sapi serta kerbau di Kimaam maupun Maklew (Ilwayab) dikeluarkan atau diterbitkan,” katanya.

“Saya selaku kepala daerah (Bupati Merauke) bahkan  Pak Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo,  belum ada pemberitahuan untuk investasi di Pulau Kimaam,” ujarnya.

Ditanya tentang  helikopter berputar-putar beberapa kali hingga membuat keresahan masyarakat di Pulau Kimaam, Bupati Mbaraka mengatakan, kalau ada penerbangan di udara, itu wajar saja untuk meneliti semua lahan.

“Kenapa saya bilang demikian, karena dari total alokasi ruang kita, sesungguhnya potensi kita 1,2 juta hektar, bukan 2 juta hektare. Tapi kalau seluruh Papua Selatan digabung, itu potensinya luar biasa diatas 1,2 juta hektar,” katanya.

Untuk sementara yang  sedang pemerintah antisipasi guna menjaga kecukupan pangan, karena diramalkan di dunia akan terjadi krisis pangan. “Jadi mau tidak mau, kita harus bisa swasembada pangan,” jelasnya.

“Kita harus bersyukur bahwa potensi kita di Merauke, pemerintah pusat mau membantu untuk mengoptimalkan 63.000 hekktar  lahan yang selama ini petani Merauke kerjakan,” katanya.

Dimana Menteri Pertanian RI hingga Presiden RI  terpilih, Prabowo Subianto serta Menteri Investasi  sangat baik datang melirik Merauke untuk bagaimana investasi lahan dapat dilakukan.

“Harus jujur saya sampaikan padi-padian, indeks panen atau produksi kita baru 2 kali tanam. Kalau  bisa dinaikan IP  3 dengan rata rata produksi gabah kering giling  diatas 6 ton yang selama ini  dibawa 6 ton (2-4) ton saja,” ujarnya.

Selain itu,  penanganan pasca panennya agar kualitas beras menjadi baik dan masuk dalam syarat pasar, bukan  hanya pasar dolog, tetapi pasar bebas. Karena kualitas beras  Merauke,  PH-nya  masih 7, sementara standard dolog 11.

“Kita masih dibawah 11 sehingga rawan  terjadi butiran dalam beras. Begitu juga penanganan pasca panen masih manual dengan  jemur, karung dan penggilingan-pun masih standard,” tegasnya.

Wajar Masyarakat Demonstrasi

Terkait aksi demonstrasi ratusan masyarakat Kimahima dan maklew ke DPRD Merauke kemarin, Bupati Mbaraka menegaskan, itu wajar saja.

“Saya garisbawahi kembali, Pulau Kimaam dan daerah sekitar Maklew (Ilwayab) belum menjadi fokus investasi. Tetapi masuk dalam tata ruang potensial yang bisa dikembangkan di bidang peternakan, pertanian basah, perikanan darat, laut dan sungai,” katanya.

Bagi Bupati Mbaraka,  hak ulayat masyarakat adalah segala-galanya untuk hidup mereka dan anak cucunya.

Kritisasi itu,  sesungguhnya adalah sesuatu yang wajar dari masyarakat  mengontrol kebijakan- kebijakan pemerintah.

Penulis : Frans Kobun

Editor  : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *