Merauke, Suryapapua.com– Sehubungan dengan aksi demonstrasi yang dilakukan ratusan masyarakat adat Kimahima (Kimaam) dan Maklew (Ilwayab) terkait penolakan investasi tebu di Pulau Kimaam, langsung ditanggapi Bupati Merauke, Romanus Mbaraka.
Saat dihubungi Surya Papua melalui telpon selulernya dari Merauke ke Jakarta Jumat (14/06/2024) malam, Bupati Mbaraka menegaskan, berdasarkan tata ruang daerah, Pulau Kimaam berada pada posisi HPK dan hutan lindung.
Dengan demikian, untuk investasi agak sulit dan atau tidak bisa. Karena merupakan daerah mangrove.
Berikutnya, jelas Bupati Mbaraka, belum ada satupun izin lokasi bahkan belum ada pemberitahuan dari kementerian baik Kementerian Investasi maupun Kementerian Pertanian atau departemen mana saja tentang alokasi yang menjadi fokus investasi untuk wilayah Kimaam dan Maklew (Ilwayab).
Tapi, demikian Bupati Mbaraka, dalam tata ruang, untuk perwilayaan potensial-komoditas, itu ada- begitu. Namun bukan serta merta investasi jalan.
“Saya tegaskan bahwa sampai hari ini, tidak ada satupun izin untuk investasi tebu maupun perusahan sapi serta kerbau di Kimaam maupun Maklew (Ilwayab) dikeluarkan atau diterbitkan,” katanya.
“Saya selaku kepala daerah (Bupati Merauke) bahkan Pak Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo, belum ada pemberitahuan untuk investasi di Pulau Kimaam,” ujarnya.
Ditanya tentang helikopter berputar-putar beberapa kali hingga membuat keresahan masyarakat di Pulau Kimaam, Bupati Mbaraka mengatakan, kalau ada penerbangan di udara, itu wajar saja untuk meneliti semua lahan.
“Kenapa saya bilang demikian, karena dari total alokasi ruang kita, sesungguhnya potensi kita 1,2 juta hektar, bukan 2 juta hektare. Tapi kalau seluruh Papua Selatan digabung, itu potensinya luar biasa diatas 1,2 juta hektar,” katanya.
Untuk sementara yang sedang pemerintah antisipasi guna menjaga kecukupan pangan, karena diramalkan di dunia akan terjadi krisis pangan. “Jadi mau tidak mau, kita harus bisa swasembada pangan,” jelasnya.
“Kita harus bersyukur bahwa potensi kita di Merauke, pemerintah pusat mau membantu untuk mengoptimalkan 63.000 hekktar lahan yang selama ini petani Merauke kerjakan,” katanya.
Dimana Menteri Pertanian RI hingga Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto serta Menteri Investasi sangat baik datang melirik Merauke untuk bagaimana investasi lahan dapat dilakukan.
“Harus jujur saya sampaikan padi-padian, indeks panen atau produksi kita baru 2 kali tanam. Kalau bisa dinaikan IP 3 dengan rata rata produksi gabah kering giling diatas 6 ton yang selama ini dibawa 6 ton (2-4) ton saja,” ujarnya.
Selain itu, penanganan pasca panennya agar kualitas beras menjadi baik dan masuk dalam syarat pasar, bukan hanya pasar dolog, tetapi pasar bebas. Karena kualitas beras Merauke, PH-nya masih 7, sementara standard dolog 11.
“Kita masih dibawah 11 sehingga rawan terjadi butiran dalam beras. Begitu juga penanganan pasca panen masih manual dengan jemur, karung dan penggilingan-pun masih standard,” tegasnya.
Wajar Masyarakat Demonstrasi
Terkait aksi demonstrasi ratusan masyarakat Kimahima dan maklew ke DPRD Merauke kemarin, Bupati Mbaraka menegaskan, itu wajar saja.
“Saya garisbawahi kembali, Pulau Kimaam dan daerah sekitar Maklew (Ilwayab) belum menjadi fokus investasi. Tetapi masuk dalam tata ruang potensial yang bisa dikembangkan di bidang peternakan, pertanian basah, perikanan darat, laut dan sungai,” katanya.
Bagi Bupati Mbaraka, hak ulayat masyarakat adalah segala-galanya untuk hidup mereka dan anak cucunya.
Kritisasi itu, sesungguhnya adalah sesuatu yang wajar dari masyarakat mengontrol kebijakan- kebijakan pemerintah.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun