Revitalisasi Bahasa Lokal di Merauke, Antara Harapan dan Kenyataan

Opini77 views

BAHASA merupakan suatu lambang identitas dan dalam konteksnya di wilayah Merauke bahasa lokal itu sendiri  merupakan warisan budaya yang menyimpan banyak sejarah, nilai-nilai leluhur dari para nene moyang dan juga cara pandang hidup masyarakat adat.

Di tanah yang kaya akan berbagai keberagaman suku seperti Marind, Muyu, Kanum, Mandobo dan Yei ini, bahasa lokal memiliki peran penting dalam membentuk jati diri dan memperkuat solidaritas komunitas.

Hanya saja, realitas hari ini menunjukkan bahwa bahasa-bahasa tersebut semakin terpinggirkan dan terancam punah.

Harapan akan adanya revitalisasi bahasa lokal sebenarnya bukanlah hal baru. pemerintah daerah, lembaga kebudayaan serta akademisi telah menyuarakan pentingnya pelestarian bahasa daerah.

Adapun upaya seperti pengajaran bahasa lokal di sekolah, pendokumentasian kosakata, hingga festival budaya telah dilakukan.

Bahkan beberapa sekolah telah mencoba memasukkan bahasa daerah sebagai muatan lokal. Tentu hal Ini merupakan langkah yang patut diapresiasi.

Namun pada kenyataan yang ada di lapangan tidak semanis yang diharapkan.

Saya sendiri-pun banyak melihat dan mendengar teman-teman saya sebagai  generasi muda di Merauke ini tidak lagi mampu berbahasa ibu atau berbahasa lokal dengan fasih.

Mereka lebih cenderung fasih menggunakan bahasa Indonesia karena dianggap lebih utama dan berguna secara ekonomi.

Sedangkan bahasa lokal hanya tersisa dalam percakapan orang tua atau upacara adat saja.

Minimnya media penunjang pembelajaran, kurangnya guru bahasa lokal, dan lemahnya dukungan kebijakan konkret mengakibatkan revitalisasi ini berjalan lambat bahkan nyaris tidak berkembang.

Selain itu faktor globalisasi dan urbanisasi juga berperan besar dalam pergeseran bahasa ini.

Di tengah arus modernisasi dan mobilitas sosial, bahasa lokal dianggap tidak relevan. Selain itu, trauma sejarah dan marginalisasi budaya lokal turut membuat sebagian masyarakat enggan meneruskan bahasanya kepada anak-anak mereka.

Revitalisasi bahasa lokal di Merauke membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. Bukan hanya sekadar proyek kebudayaan tetapi sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah wajib bekerja sama dengan tokoh adat, guru dan generasi muda untuk menciptakan ruang hidup bagi bahasa lokal di sekolah, media, tempat ibadah dan rumah.

Dokumentasi digital, pelatihan guru, serta insentif penggunaan bahasa lokal dalam kegiatan publik perlu didorong secara serius.

Revitalisasi tentu saja bukanlah pekerjaan sehari dua hari. Ini adalah proses jangka panjang yang menuntut kesabaran dan komitmen lintas generasi.

Di antara banyaknya tantangan dan keterbatasan masih ada harapan selagi masyarakat Merauke percaya bahwa bahasa lokal bukan hanya alat komunikasi tetapi juga warisan jiwa yang layak diwariskan.

Penulis :

Ofin Parera

Mahasiswi Universitas Musamus,

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *