Merauke, Suryapapua.com-“Kerusakan lingkungan telah menjadi bentuk ‘penjajahan baru’ yang mengancam kemerdekaan generasi mendatang. Ketika sumber daya alam rusak dan tidak dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, kemerdekaan ekonomi-sosial bangsa Indonesia akan terancam.”
Demikian pernyataan kritis Ketua Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik (PMKRI), Susana Florika Marianti Kandaimu dalam rilisnya yang diterima suryapapua.com Senin (18/08/2025).
Statement Susan (panggilan akrabnya;red), sekaligus memberikan refleksi pada peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI 17 Agustis 2025.
PMKRI, demikian Susan, menyayangkan masih lemahnya komitmen pemerintah dalam melindungi lingkungan hidup.
Kebijakan cenderung mengutamakan pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan seringkali mengabaikan dampak jangka panjang terhadap ekosistem.
Pemberian izin tambang dan perkebunan kelapa sawit di wilayah hutan lindung, lemahnya penegakan hukum terhadap perusakan lingkungan serta minimnya alokasi anggaran untuk konservasi, menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya memahami urgensi krisis ekologi yang sedang dihadapi bangsa.
Soroti Pendidikan
Lebih lanjut Susan mengungkapkan, PMKRI yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pergerakan, menekankan pentingnya pendidikan berkualitas sebagai fondasi kemerdekaan yang hakiki.
Pendidikan inklusif dan berkelanjutan menjadi kunci untuk membebaskan bangsa dari kemiskinan, ketidakadilan serta keterbelakangan.
“Pendidikan bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi pembentukan karakter dan kesadaran akan tanggung jawab sosial serta lingkungan,” ungkapnya.
Sistem pendidikan nasional, menurut Susan, masih jauh dari harapan.
Ketimpangan akses pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, minimnya integrasi pendidikan karakter dan nilai-nilai ekologi dalam kurikulum serta rendahnya kualitas fasilitas di daerah terpencil, menunjukkan pemerintah belum serius dalam mewujudkan pendidikan berkualitas untuk semua.
Alokasi anggaran pendidikan yang sudah mencapai 20% dari APBN, belum dioptimalkan untuk mengatasi kesenjangan dimaksud.
Hingga kini, jelasnya, masih banyak anak bangsa di pelosok – pelosok negeri ini mulai dari Sabang sampai Merauke belum sepenuhnya merdeka dari buta huruf, fasilitas pendidikan layak serta lingkungan pendidikan yang sehat untuk mental anak bangsa meraih cita- cita serta menjadi bagian dari pemimpin Indonesia emas 2045 .
Hal lain disoroti PMKRI yakni masyarakat adat masih terus termarginalkan dalam pembangunan nasional.
Sebagai penjaga kearifan lokal dan pelindung alam yang telah terbukti selama berabad-abad, mereka justru seringkali menjadi korban dari kebijakan pembangunan yang tidak berperspektif hak asasi manusia.
Pemerintah masih belum konsisten dalam mengimplementasikan pengakuan terhadap masyarakat adat.
Negera dan bangsa Indonesia harus merdeka dari segala bentuk penjajajahan dalam Indonesia itu sendiri, juga merdeka untuk HAM.
“Saya meminta pemerintah terus mendorong Kemajuan di Indonesia Timur yang sejatinya menjadi garda terdepan negara maju. Sumber Daya Manusia (SDAA) melimpah, hanya saja percepatan pembangunan di berbagai sektor belum signifikan,” kritiknya.
Dalam kesempatan itu, Susan menyampaikan, dalam memperingati HUT ke-80 RI, seluruh rakyat Indonesia agar merenungkan makna kemerdekaan sesungguhnya melalui komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan pendidikan berkelanjutan.
PMKRI meyakini kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan 80 tahun lalu, tidak hanya bermakna sebagai kebebasan dari penjajahan fisik, tetapi sebagai tanggung jawab kolektif membangun bangsa yang adil, makmur dan berkelanjutan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.
“Kemerdekaan untuk semua berarti setiap warga negara dari Sabang sampai Merauke, memiliki hak sama untuk hidup dalam lingkungan yang sehat dan mendapatkan pendidikan berkualitas,” katanya.
Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan lingkungan yang mengancam keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dimana mulai dari deforestasi yang masif, polusi udara dan air hingga dampak perubahan iklim semakin nyata dirasakan masyarakat.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun