Merauke, Suryapapua.com– Suara lantang, keras dan tegas terus digaungkan masyarakat Malind-Anim sebagai bentuk penolakan investasi di kampung-kampung.
Tentu alasannya tepat dan mendasar, karena mereka (orang Malind-Anim;red) ingin menjaga—-merawat hutannya dari waktu ke waktu demi generasi anak cucu yang akan datang.
Sebagai bentuk penolakan, aksi penancapan Salib Merah terus dilakukan di berbagai tempat di kampung-kampung.
Simon Balagaize, Tokoh Intelektual Malind dan Pejuang Hutan Masyarakat dalam rilisnya yang diterima suryapapua.com Sabtu (20/12/2025) menegaskan, aksi penanaman Salib Merah di kampung-kampung adalah bentuk penolakan keras orang Malind sebagai pemilik ulayat yang tak menginginkan pembabatan hutan untuk investasi.
“Beberapa waktu lalu, masyarakat di Kampung Selow, Distrik Muting melakukan aksi penolakan dengan menancapkan Salib Merah juga,” ungkapnya.
Lebih lanjut Simon menjelaskan, pada tanggal 16 Desember 2025 perwakilan pejabat dari Provinsi Papua Selatan serta utusan PT Modern Teknikal datang ke Kampung Selow dengan tujuan melakukan sosialisasi.
Namun, demikian Simon, kehadiran mereka menjadi sorotan. Betapa tidak, Ketua Adat Kampung Selow langsung dengan suara tinggi menyoroti viralnya video bahwa masyarakat Sanggase Meja Imogh menyetujui pembongkaran Jalan 135 kilometer dari Wanam – Selauw.

“Saya perlu tegaskan bahwa jika jalan yang diinginkan dibongkar PT modern Teknical sesuai rencana, maka harus duduk dan bersepakat terlebih dahulu bersama seluruh kampung yang terdampak,” pintanya.
Sejumlah kampung dimaksud diantaranya Wanam- Selauw, Nakias,Salamepe, Tagaepe, Ihalik, Kaniskobat, Kaptel dan Selauw. Juga menghadirkan Golongan Mayo, Ndaman, Imogh, dan Meja 01 Imogh Sanggaze.
“Itu dengan tujuan menjaga kebersamaan sekaligus mengambil keputusan. Karena sebagian masyarakat Malind Anim Kondo Digoel telah menjadi korban pada ruas jalan dimaksud,” tegas Simon mengutip pernyataan Ketua Adat Selow.
“Jadi, hari ini kami tidak bersedia duduk membicarakan bersama dengan perwakilan pemerintah serta perusahan,” ujarnya.
“Bagi kami, tanah dan perempuan itu penting bagi masyarakat adat Malind Anim,” ujarnya.
Harapannya agar pemerintah serta perusahan, menghadirkan semua kampung tersebut agar membicarakan bersama.
“Jika sepakat atau disetujui, jalan sepanjang 135 kilometer dilanjutkan pekerjaan, tetapi kalau semua kampung menolak, maka wajib hukumnya dihentikan,” pintanya.
Diakui Simon, pertemuan hanya berlangsung selama 30 menit dan tidak ada kesepakatan bersama.
Masayarakat setempat, demikian Simon mengaku tidak ingin ditipu dengan kegiatan pembukaan badan jalan, karena itu merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Terhadap usulan tersebut, perwakilan pejabat dari Dinas PU Provinsi Papua Selatan berjanji akan menyampaikan berbagai usulan yang disampaikan masyarakat adat ke pimpinan-nya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun






