Perlawanan Terus Dilakukan Masyarakat Malind! Aksi Tancap Salib Merah Berlanjut Sebagai Bentuk Penolakan Investasi

Laporan Utama378 views

Merauke, Suryapapua.com– Suara lantang, keras dan tegas  terus digaungkan masyarakat Malind-Anim sebagai bentuk penolakan investasi di kampung-kampung.

Tentu alasannya tepat dan mendasar, karena mereka (orang Malind-Anim;red) ingin menjaga—-merawat  hutannya dari waktu ke waktu  demi  generasi anak cucu yang akan datang.

Sebagai bentuk penolakan, aksi penancapan  Salib Merah terus dilakukan di berbagai tempat di  kampung-kampung.

Simon Balagaize, Tokoh Intelektual Malind dan Pejuang Hutan Masyarakat dalam rilisnya  yang diterima suryapapua.com Sabtu (20/12/2025) menegaskan, aksi penanaman Salib Merah di kampung-kampung adalah bentuk penolakan keras  orang Malind sebagai pemilik ulayat yang  tak menginginkan pembabatan hutan untuk investasi.

“Beberapa waktu lalu, masyarakat di Kampung Selow, Distrik Muting melakukan aksi penolakan dengan menancapkan Salib Merah juga,” ungkapnya.

Lebih lanjut Simon menjelaskan,  pada tanggal 16 Desember 2025 perwakilan pejabat dari Provinsi Papua Selatan  serta utusan  PT Modern Teknikal datang ke Kampung Selow dengan tujuan melakukan sosialisasi.

Namun, demikian Simon, kehadiran mereka menjadi sorotan. Betapa  tidak, Ketua Adat Kampung Selow langsung dengan suara tinggi menyoroti viralnya video bahwa masyarakat Sanggase Meja Imogh  menyetujui pembongkaran Jalan 135 kilometer dari Wanam – Selauw.

Sebuah tulisan yang ditunjuk sebagai bentuk penolakan terhadap kegiatan investasi – Surya Papua/IST
Sebuah tulisan yang ditunjuk sebagai bentuk penolakan terhadap kegiatan investasi – Surya Papua/IST

“Saya perlu tegaskan bahwa  jika jalan yang diinginkan dibongkar  PT modern Teknical sesuai rencana,  maka harus  duduk dan bersepakat terlebih dahulu bersama seluruh kampung  yang terdampak,” pintanya.

Sejumlah kampung dimaksud diantaranya Wanam- Selauw, Nakias,Salamepe, Tagaepe, Ihalik, Kaniskobat, Kaptel dan Selauw. Juga menghadirkan  Golongan Mayo, Ndaman, Imogh, dan Meja 01 Imogh Sanggaze.

“Itu dengan tujuan menjaga kebersamaan sekaligus mengambil keputusan. Karena sebagian masyarakat Malind Anim Kondo Digoel telah menjadi korban pada ruas jalan dimaksud,” tegas Simon mengutip pernyataan Ketua Adat Selow.

“Jadi, hari  ini kami tidak bersedia duduk  membicarakan bersama dengan perwakilan pemerintah serta perusahan,” ujarnya.

“Bagi kami, tanah dan perempuan itu penting bagi masyarakat adat Malind Anim,” ujarnya.

Harapannya agar pemerintah serta perusahan, menghadirkan semua kampung tersebut agar membicarakan bersama.

“Jika sepakat atau disetujui, jalan sepanjang 135 kilometer dilanjutkan pekerjaan, tetapi kalau semua kampung menolak, maka wajib hukumnya dihentikan,” pintanya.

Diakui Simon, pertemuan hanya berlangsung selama 30 menit dan tidak ada kesepakatan bersama.

Masayarakat setempat, demikian Simon mengaku tidak ingin ditipu  dengan kegiatan pembukaan badan jalan, karena itu merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).

Terhadap usulan tersebut, perwakilan pejabat dari Dinas PU Provinsi Papua Selatan berjanji akan menyampaikan berbagai usulan yang disampaikan masyarakat adat ke pimpinan-nya.

Penulis : Frans Kobun

Editor    : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *