Merauke, Suryapapua.com– Para pemilik dusun bersama ratusan karyawan melakukan aksi demonstrasi di Kantor PT Dongin Prabhawa di Maam, Distrik Ngguti, Kabupaten Merauke.
Aksi demonstrasi yang dilakukan Senin (18/7), tidak lain sebagai bentuk protes terhadap managemen perusahan yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit itu.
Dua pemilik dusun, Yunus Kamuyen dan Petrus Ndiwaen saat dihubungi Surya Papua melalui telpon Selasa (19/7) malam menjelaskan, kurang lebih 500 orang yang terdiri dari belasan tuan dusun bersama keluarganya serta karyawan buruh lepas melakukan aksi demonstrasi yang berlangsung mulai pukul 11.00 WIT -15.00 WIT
Yunus Kamuyen sekaligus koordinator aksi demonstrasi menjelaskan, terdapat sejumlah persoalan di dalam managemen PT Dongin Prabhawa yang selama ini didiamkan dan tak digubris dan atau ditindaklanjuti.
Beberapa persoalan yang harus ditindaklanjuti sekaligus dieksekusi perusahan sebagai tuntutan adalah mengembalikan status tanah milik belasan marga ke tanah adat, setelah belasan tahun digunakan untuk investasi kelapa sawit.
Selain itu, meminta managemen perusahan tak dikelola lagi orang Korea. Karena faktanya bahwa pemilik dusun sama sekali tak dihargai bahkan diadu-domba.
Lebih parah lagi, minimnya karyawan orang asli Papua (OAP ) bekerja baik di perkebunan kelapa sawit, apalagi di kantor. Justru lebih banyak didominasi orang-orang pendatang.
“Khusus karyawan di Kantor PT Dongin Prabhawa, tak ada OAP lebih khusus lagi anak-anak pemilik dusun. Kami merasa dilecehkan dan direndahkan perusahan. Padahal perusahan telah membabat hutan kami untuk investasi kelapa sawit dalam skala luas,” tegas Yunus.
Dia juga meminta managemen PT Dongin Prabhawa dirubah total. Karena yang berperan besar sekaligus mengendalikan managemen adalah orang Korea sendiri.
Sementara Petrus Ndiwaen menegaskan, janji perusahan membangun perumahan bagi pemilik dusun, belum direalisasikan sampai sekarang. Sementara perumahan karyawan juga sama sekali tidak layak ditempati, termasuk fasilitas pendukung seperti air dan listrik tak disediakan.
Persoalan lain adalah pihak perusahan tak mengurus BPJS karyawan yang bekerja di perkebunan kelapa sawit. Sehingga ketika mereka sakit, harus mengeluarkan biaya sendiri untuk berobat.
“Ini sejumlah persoalan yang terjadi. Berulang kali pemilik dusun maupun karyawan meminta diperhatikan, hanya saja perusahan terkesan masa bodoh dan tak menghiraukan,” ungkapnya.
Disinggung apa respon dari perusahan terhadap aksi demonstrasi tersebut, Petrus mengaku, belum ada jawaban. “Kami diminta menunggu hingga 1 Agustus 2022,” katanya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun