Ceritera Romanus Mbaraka Tentang Kebunnya, “Saya Beli Tanah Ini Dengan Mencicil”

Laporan Utama448 views

Merauke, Suryapapua.com– Meskipun moment  penting hari ini adalah peresmian sekaligus pemberkatan  pertashop milik Romanus Mbaraka di Kampung Sarsang, Distrik Tanah Miring, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, namun sejarah hadirnya tanah dimaksud, harus dibeberkan sehingga semua orang mengetahui.

Apalagi pertashop yang dibangun itu, tepat di dalam areal lahan milik Romanus Mbaraka yang juga Bupati Merauke.

Olehnya, tidak salah ketika Romanus,  anak kampung  kelahiran Kalilam-Pulau Terapung Kimam itu, mengulas  detail hadirnya tanah  yang dibelinya dengan suatu perjuangan serta tetesan keringat.

Dihadapan ratusan orang termasuk Wakil Bupati Merauke, H. Riduwan serta Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, Hj. Marotus Solikah serta pejabat dari organisasi perangkat daerah (OPD), sejarah hadirnya kebun itu dibuka   terang benderang.

Romanus Mbaraka sedang memberikan sambutan yang dihadiri ratusan orang – Surya Papua/Frans Kobun
Romanus Mbaraka sedang memberikan sambutan yang dihadiri ratusan orang – Surya Papua/Frans Kobun

“Tanah ini saya beli tahun 2001 saat almarhum isteri saya (Yohana Mekiuw) masih hidup dari Pak Bahar di Kuper sekitar 5 hektar dengan harga Rp 15 juta. Saat membeli, saya masih staf di Kantor Bappeda Merauke,” ungkap  Romanus.

Pembelian tanah ketika itu, lanjut dia, dengan cara mencicil. Karena masih staf dan tak ada uang. “Saya  cicil pertama Rp 7 juta dan sisanya menyusul Rp 8 juta. Puji Tuhan,  perlahan tanah dimaksud kini menjadi milik saya,” jelasnya.

Setelah dibeli, ia meminta Pastor Kaetanus Tarong, MSC datang memberkati dan hari ini juga, Pastor Kaetanus kembali memberkati pertashop.

Kebun miliknya, telah memberi kontribusi besar untuk kepentingan pembangunan Sekolah Tinggi Teknologi Merauke (STTM) yang kini menjadi Universitas Negeri Musamus serta pembangunan Gereja Katolik Kuda Mati.

“Ketika itu, dari STTM membutuhkan tanah dan diambil dari kebun saya untuk penimbunan, hingga menjadi kolam pertama yang bisa dilihat serta disaksikan sekarang,” ungkapnya.

Lalu kolam kedua, demikian Romanus, karena dirinya adalah ketua panitia pembangunan Gereja Katolik Kuda Mati dan dibutuhkan tanah untuk penimbunan, sehingga diambil dari sini juga.

Lalu mengapa Romanus Mbaraka ‘kukuh’ ingin  memiliki kebun? Tentu ada alasan mendasarnya. Ternyata inspirasi muncul bermula dari melihat petani Jawa khususnya di UPT eks transmigrasi.

Orang Jawa, jelasnya, memiliki lahan 2 hektar. Dari luasan itu, awalnya mereka hanya bangun rumah papan, setelah itu penghasilan didapatkan dari membuka sawah, mulailah dibangun  rumah batu-bata. Perlahan mengumpulkan uang hingga membangun rumah beton.

Selain itu, memiliki aset lain seperti sepeda motor hinga mobil dari hasil lahan yang diolahnya. Jadi ini menjadi inspirasi membangun dan atau menghadirkan kebun tersebut.

“Kenapa dari lahan dua hektar saja, orang Jawa bisa membangun dan memiliki semua, sedangkan kita orang Marind tak bisa? Tentu ini menjadi suatu motivasi,” tegasnya.

Lebih lanjur Romanus Mbaraka menguraikan, saat isteri tercinta masih hidup, ada pertanyaan disodorkan. “Sebenarnya bangun kebun ini untuk apa? Saya hanya menjawab mudah-mudahan kebun ini besok menjadi sumber penghasilan bagi saya.”

Dan, akhirnya terbukti- puji Tuhan, lahan sawahnya hingga sekarang hanya sekitar 50 hektar. Luasan tanah itu, dibelinya secara cicil, tidak sekaligus.

“Jadi pesan saya kepada anda yang masih muda, sesuatu dalam hidup tak bisa disulap dan spontan jadi. Mari memulai. Tak boleh juga ‘nafsu tenaga ayam,’ tetapi harus punya tekad, tekun dan pasti. Jika itu dipegang, anda akan sampai kesana, dan mencapai tujuan,” katanya memotivasi.

Dari luasan lahan 50 hektar yang digarap setiap tahun, pendapatan beras dijual,  untung  bersih didapatkan Rp 100 juta.

Terimakasih Untuk Adik Hendrik Mahuze

Salah satu kolam milik Romanus Mbaraka di areal kebunnya – Surya Papua/Frans Kobun
Salah satu kolam milik Romanus Mbaraka di areal kebunnya – Surya Papua/Frans Kobun

Dalam kesempatan itu, Romanus juga menyampaikan semua pohon dalam areal kebunnya mulai dari kelapa, pohon bus, mangga dan lain-lain, ditanam sendiri bersama isterinya (almarhum)  serta anaknya.

Anakan kelapa, katanya, dibawa adik Hendrik Mahuze (ketika itu beliau stafnya) yang diangkut dengan menyeberangi Kumbe, karena jembatan Neto belum bisa dilalui kendaraan.

“Adik Hendrik Mahuze membawanya sendiri ke kebun sini dan tiba dini hari pukul 02.00 WIT. Terimakasih untuk ade Hendrik karena telah membantu membawa bibit kelapa dari sana,” ungkapnya.

Juga bibit kelapa lain dibawa Obeth Leha dari Tomer ketika itu dan ditanam hingga kini sudah berbuat lebat. “Terimakasih juga untuk kaka  Obeth,” ujarnya.

Romanus menambahkan, kebun ini hadir dan ada, hingga isteri tercintanya pergi di panggil Tuhan. Namun Tuhan telah memberikan tulang rusuk penggantinya sekarang yakni Imelda Carolina.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *