Merauke, Suryapapua.com– Kurang lebih 100 orang yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Papua Selatan Kamis (3/8) sekitar pukul 11.00 WIT, ‘menyerbu’ Kantor Gubernur Papua Selatan yang beralamat di Jalan Trikora.
Kedatangan mereka membawa sejumlah spanduk sekaligus mengecam Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo yang dinilai sepihak mengganti dua nama calon anggota Majelis Rakyat Papua Selatan yakni Agustinus Basik-Basik dan Antonius Wandia dengan nama Awaludin Gebze serta Hendrik Salima.
Kecaman itu melalui sejumlah spanduk yang dibentangkan dengan tulisan, Penjabat Safanpo telah melanggar hak undang-undang otonomi khusus.
Dari pantauan Surya Papua, kedatangan seratusan massa itu, dikawal aparat kepolisian dari Polres Merauke. Kurang lebih stengah jam, mereka melakukan orasi dalam pengawalan aparat sekaligus mendesak agar Penjabat Safanto segera menemui mereka.
Beberapa saat kemudian, Penjabat Safanpo keluar dan menemui massa mendengar aspirasi yang disampaikan.
Idelfontus, salah seorang coordinator dalam orasinya mempertanyakan ada konspirasi apa sehingga kedua nama yang telah ditetapkan itu, diganti dengan Awaludin Gebze serta Hendrik Salima.
“Kami mendesak Penjabat Safanpo segera mengembalikan dua nama yang telah ditetapkan yakni Agustinus Basik-Basik serta Antonius Wandia, keduanya adalah orang Marind asli,” tegasnya.
Dia juga meminta pertanggungjawaban Penjabat Safanpo sehubungan pencopotan dua nama tersebut. “Bagi kami, perekrutan anggota MRP sangat murah meriah, tanpa melalui proses seleksi terstruktur serta rapi,” kritiknya.
Perwakilan demonstran lainnya, Simson Basik-Basik meminta Penjabat Safanpo mengembalikan hak kesulungan orang Marind. “Apa kurangnya kami orang Marind, jangan musnahkan kami. Kami merasa tersisi dengan pergantian dua nama anggota MRPS itu,” tegasnya.
Menanggapinya, Penjabat Gubernur Papua Selatan, Apolo Safanpo menjelaskan, nama-nama yang diumumkan dalam keputusan gubernur tentang keanggotaan MRP Papua Selatan untuk unsur adat, tak ada penambahan atau pengurangan di tingkat muspida.
Seluruhnya sesuai penetapan panitia pemilihan (panpil) provinsi, meski gubernur memiliki kewenangan bisa merubah.
Begitu juga unsur perempuan, meski banyak laporan diterima, dirinya tak menggunakan kewenangan mengganti.
Khusus perwakilan anggota MRP dari utusan Agama Katolik, jelasnya, oleh karena disepakati bahwa kewenangan nama-nama ada pada keuskupan yang dibentuk melalui Komisi Kerawam serta diputuskan gereja, sehingga ditetapkan, tak ada satupun dirubah.
“Saya takut didalam keputusan gereja yang ditandatangani Uskup dan para pastor, ada kuasa tahbisan yang tak bisa saya lewatkan,” katanya.
Begitu juga perwakilan agama Protestan, ada musyawarah Ketua Sinode serta para Ketua Klasis yang telah diputuskan, sehingga ia tak bisa ganti meskipun memiliki kewenangan.
“Kita manusia berdosa, sehingga tak dapat melawan keputusan gereja baik sinodal maupun konsili, itu mengikat di dunia dan surga,” ungkapnya.
Khusus perwakilan agama Islam, Penjabat Safanpo mengaku hanya melaksanakan keputusan lembaga Agama Islam yang telah dikoordinasikan melalui MUI, NU serta Muhamadyah.
“Jadi para calon yang keberatan, silahkan melalui lembaga keagamaan Islam. Saya tak punya kewenanbgan menganulir atau mengintervensi keputusan dimaksud,” ungkapnya.
Masih Ada Dua Tahapan Lagi
Lebih lanjut Penjabat Safanpo mengungkapkan, masih ada dua tahap lagi yang dilalui untuk penetapan anggota MRP Papua Selatan.
“Ingat bahwa proses seleksi dari kabupaten ke provinsi bisa berubah. Lalu dari panpil ke provinsi juga dapat berubah. Begitu juga dari gubernur ke Menteri Dalam Negeri bisa berubah dan dari Mendagri ke Presiden RI pun dapat berubah,” katanya.
“Jadi hanya ada dua hasil yakni lolos dan tidak lolos. Saya tegaskan lagi bahwa masih ada dua tahapan untuk dilalui hingga penetapan anggota MRP Papua Selatan. Jadi aspirasi yang disampaikan, silahkan diserahkan dan akan diteruskan ke pemerintah pusat,” ujarnya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun