Merauke, Suryapapua.com– Mengenakan pakaian adat berwarna merah sebagai symbol identitas, sekaligus menunjukkan akan semangat kekompakan.
Itulah suasana yang terjadi dalam perayaan Misa Inkulturasi Etnis Kei yang berlangsung di Gereja Santa Theresia Buti, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan Minggu (21/09/2025).
Seribuan umat didominasi orang Kei memadati bagian dalam gereja, pendopo hingga samping kiri-kanan. Nyaris tak ada ruang atau tempat. Kursi-kursi yang disiapkan-pun kurang. Sehingga banyak umat terpaksa memilih berdiri mengikuti jalannya perayaan misa iknulturasi.
Meriah dan semarak. Empat pastor diantaranya Simon Petrus Matruty, Aloysius Batmyanik, Romy Safsanubun, Linus Dumatubun serta Pastor Aris memimpin perayaan Misa Inkulturasi Kei.
Sebelum perayaan dilangsungkan, keempat pastor diarak tarian panah oleh sejumlah laki-laki dengan gerakan menyerupai memanah serta mendayung.
Suasana dan nuansa benar-benar berbeda dipertonkan dan atau ditunjukkan selama perayaan Misa Inkulturasi Kei berlangsung.
Tidak hanya tarian, tetapi juga semua ornamen maupun lagu-lagu dari pembukaan hingga akhir, dengan menggunakan Bahasa Kei.

Hadir dalam perayaan misa inkulturasi, selain para sesepuh maupun 1.000-an masyarakat Kei di Gereja Santa Theresia Buti, juga Bupati Merauke, Yoseph Bladib Gebze, Kapolres Merauke, AKBP Leonardo Yoga serta para pejabat lainnya.
Pastor Paroki Santa Theresia Buti, Semon Petrus Matruty dalam sepata-dua kata mengungkapkan, hari ini hadir dua putra terbaik dari Langgur yakni Pastor Linus Dumatubun serta Pastor Romy Safsanubun pada perayaan Misa Inkulturasi Kei.
“Ini semua tidak direncanaka sejak awal, tetapi seluruh alam merestui kehadiran kedua pastor. Ini adalah kekuatan sangat luar biasa. Terimakasih untuk kehadiran-nya sekaligus memberikan spirit kepada umat,” katanya.
Dalam kesempatan dimaksud, Pastor Sipe, panggilan akrabnya menyampaikan banyak terimakasih atas pelaksanaan Misa Ikulturasi Kei yang sangat meriah dan menggembirakan.
“Ya, ini bukan persiapan satu atau dua hari, tetapi sangat lama. Dari semua etnis, saya lihat Etnis Kei paling oke dan siap,” ungkapnya memuji.
Umat Kei, demikian Pastor Sipe, menjemput kesempatan pertama dengan tali persaudaraan yang mungkin selama ini retak karena ekonomi, politik dan lain-lain. Jadi gereja mempersatukan mereka semua.
“Bagi saya, masyarakat Kei menggunakan kesempatan sangat baik pada moment misa inkulturasi. Dimana lahir dari kekuatan kata dan semangat yang terjadi diantara mereka,” tandasnya.
“Sekali lagi terimakasih banyak untuk semua orang Kei yang telah berbuat dan berkorban,” ujarnya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun






