‘Membalut’ Kebersamaan Dengan Umat

Merauke, Suryapapua.com– Terus bergerak! Mungkin dua ungkapan kata ini sekaligus menggambarkan aktivitas pelayanan Pastor Paroki Santa Theresia Buti, RD Simon Petrus Matruti dalam sepekan terakhir, setelah serahterima tugas dengan RD Pius Oematan.

Tanpa mengenal kata lelah. Semua demi umat yang tersebar di lingkungan-lingkungan, stasi maupun kombas dalam wilayah Paroki Santa Theresia Buti.

Itulah komitmen seorang ‘kaum berjubah’ yang tidak lain adalah Pastor Sipe, panggilan akrabnya.

Berbagai informasi yang dihimpun suryapapua.com, sejak pagi-Pastor Sipe mengunjungi umat dari rumah ke rumah hingga malam hari. Mungkin hanya satu atau dua jam istirahat (siang hari;red), setelah itu lanjut melakukan pelayanan sebagaimana biasa.

“Memang betul, Bapak Pastor Sipe dalam seminggu terakhir bergerak mengunjungi umat dari rumah ke rumah,” ungkap Kasimirus Dumatubun, salah seorang pengurus teras DPP Paroki Santa Theresia Buti Sabtu (01/03/2025).

Dumatubun mengaku,  ia selalu bersama mendampingi Pastor Sipe ketika pelayanan dilakukan dari rumah ke rumah, lingkungan, kombas serta stasi sebagai suatu bentuk komitmennya untuk selalu dekat dan bersama umat kapan saja.

Kehadiran Pastor Sipe, demikian Dumatubun, akan membawa kebangkitan di tengah umat.

Lalu harapan besar-nya  adalah agar  seorang imam (pastor;red), tidak hanya memimpin perayaan misa serta berkhotbah dari depan altar, tetapi lebih banyak ‘turun ke bawah.’

“Saya sangat optimis dan meyakini bahwa ketika Pastor Sipe bergerak menemui umat setiap hari, mereka-pun akan sadar dan ‘kembali ke jalan benar.’ Salah satunya adalah meluangkan waktu untuk rajin ke gereja setiap hari Minggu,” katanya.

Lebih lanjut Dumatubun mengungkapkan, sejumlah agenda ketika Pastor Sipe bertemu dengan umat.

Dalam kunjungan itu, Pastor Sipe lebih banyak memposisikan diri sebagai ‘pendengar.’ Dimana memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada umat menyampaikan uneg-uneg yang mengganjal.

Tidak dapat dipungkiri kalau fakta sesungguhnya yang terjadi adalah banyak umat yang nota bene adalah orang Marind, belum menikah gereja, padahal sudah hidup serumah serta dikarunia anak.

Selain itu, anak-anak pun belum menerima sakramen permandian, krisma dan lain-lain.

Inilah bukti nyata dan konkret bahwa keengganan umat untuk ke gereja pada Hari Minggu,  bisa juga karena sejumlah  hal  dimaksud. Iman-nya terguncang akibat rentetan sejumlah persoalan yang tak kunjung dituntaskan.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *