Ruang Bermain yang Ramah: (Salah Satu) Wadah Pemenuhan Hak Anak

Opini389 views

BELUM lama ini (1 Maret 2024) diadakan penandatanganan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak dan Penguatan Layanan Pemenuhan Hak Anak di Swiss-Belhotel Merauke.

Kegiatan ini merupakan kolaborasi program kerja antara Pemprov Papua Selatan dan Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PP-PA) Republik Indonesia.

Kadis Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Selatan, Samuel Raymundus Kamarka, ST mengemukakan beberapa persoalan berkaitan dengan pemenuhan hak anak.

Permasalahan itu, diantaranya kepemilikan identitas anak (akte kelahiran, KIA), perkawinan anak (di bawah umur), akses pendidikan yang rendah, anak putus sekolah, anak yang mengalami kekerasan fisik atau verbal, penyalahgunaan aroma lem perekat (aibon), dan masalah stunting.

Selain itu, masalah SDM orangtua atau pengasuh, fasilitator anak, dan keterbatasan dana. Tidak lupa, perangkat regulasi yang mengatur hak anak tidaklah memadai, seperti Pergub tentang perlindungan dan pemenuhan hak anak, atau penyelenggaraan program layak anak.

Permasalahan yang kompleks tersebut mendorong Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak untuk bersama-sama memikirkan terwujudnya pemenuhan hak anak di Provinsi Papua Selatan, yang meliputi empat kabupaten (Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel). Artikel ini bertujuan mendeskripsikan secara global program Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA), hakikat, tujuan, dan tantangannya dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak anak.

Hak-Hak Anak

Semua anak, siapa pun dan di mana pun, memiliki hak-hak yang tidak dapat diganggu gugat. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kemen PP-PA RI, mencatat adanya 32 hak anak.

Anak berhak untuk (1) hidup, tumbuh, dan berkembang; (2) bermain; (3) berekreasi (wisata/piknik); (4) berkreasi; (5) beristirahat; (6) memanfaatkan waktu luang; (7) berpartisipasi; (8) bergaul dengan teman sebaya; (9) menyatakan dan didengar pendapatnya; (10) dibesarkan dan diasuh oleh orangtua kandungnya sendiri; (11) memiliki hubungana dengan orangtuanya bila terpisahkan; (12) beribadah menurut agamanya.

Selanjutnya, anak berhak untuk mendapatkan (13) nama; (14) identitas; (15) kewarganegaraan; (16) pendidikan dan pengajaran; (17) informasi sesuai usianya; (18) pelayanan kesehatan; (19) jaminan sosial; (20) kebebasan sesuai hukum; (21) bantuan hukum dan bantuan lain.

Anak juga berhak untuk mendapatkan perlindungan dari (22) perlakuan diskriminasi; (23) eksploitasi ekonomi atau seksual; (24) penelantaran; (25) kekejaman, kekerasan, penganiayaan; (26) ketidakadilan; (27) perlakuan lainnya; (28) penyalahgunaan dalam kegiatan politik; (29) pelibatan dalam sengketa bersenjata; (30) pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; (31) pelibatan dalam peperangan; (32) sasaran penganiayaan dan penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

Hakikat Ruang Bermain Ramah Anak

Salah satu wadah untuk memenuhi hak-hak anak adalah tersedianya Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA). Menurut Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak (KPPA), RBRA adalah tempat dan/atau wadah yang mengkomodasi kegiatan anak untuk bermain dengan naman dan nyaman, terlindung dari kekerasan, dan hal-hal lain yang membahayakan, serta tidak berada dalam situasi dan kondisi diskriminatif.

RBRA dapat dibangun dan dikembangkan di lingkungan alami maupun lingkungan artifisial. Wadah kegiatan ini bermanfaat demi keberlangsungan pertumbuhan anak secara optimal dan menyeluruh (fisik, spiritual, intelektual, sosial, moral, mental, emosional, dan pengembangan bahasa). Melalui RBRA, anak (sejak dari kandungan hingga 18 tahun) mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin tanpa merasa tertekan.

Lebih jauh, RBRA mendorong empat kecerdasan anak sehingga memberikan manfaat yang besar kepadanya. Pertama, mengembangkan kecerdasan intelektual dan pengetahuan (IP). Kedua, menumbuhkan kecerdasan emosional dan sosial (ES), termasuk perilaku sopan santun, etika, sikap patuh terhadap peraturan, waspada, dan hati-hati. Ketiga, Mengembangkan kecerdasan motorik dan keterampilan (MT) serta daya simpatis sekaligus menjaga kesehatan dan kebugaran. Keempat, mengembangkan kecerdasan komunikasi dan bahasa (KB).

RBRA memiliki prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Beberapa di antaranya, adalah (i) gratis, (ii) nondiskriminasi, (iii) kepentingan terbaik untuk anak, (iv) partisipasi anak, (v) aman dan selamat, (vi) nyaman, (vii) sehat, (viii) kreatif dan inovatif.

Tujuan Ruang Bermain Ramah Anak

Pada dasarnya RBRA bertujuan menciptakan lingkungan yang merangsang, mendukung, dan memfasilitasi perkembangan anak secara optimal. Berikut dikemukakan beberapa tujuan spesifik dari RBRA.

Pertama, stimulasi perkembangan. Ruang bermain dirancang untuk merangsang perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional anak. Hal ini dilakukan melalui berbagai permainan dan aktivitas yang memungkinkan mereka belajar dan tumbuh dalam berbagai aspek kehidupan mereka.

Kedua, kreativitas dan imajinasi. Ruang bermain dirancang untuk menginspirasi kreativitas dan imajinasi anak. Mereka dapat mengeksplorasi dunia mereka sendiri, menciptakan cerita, dan berimajinasi melalui bermain dengan mainan dan peralatan yang tersedia.

Ketiga, pengembangan keterampilan. Ruang bermain membantu anak mengembangkan berbagai keterampilan, termasuk keterampilan motorik halus dan kasar, keterampilan sosial, bahasa, dan kognitif. Mereka belajar melalui bermain dan interaksi dengan lingkungan mereka.

Keempat, interaksi sosial. Ruang bermain juga merupakan tempat anak dapat berinteraksi dan bermain bersama dengan teman-teman sebaya mereka. Hal ini membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial, belajar berbagi, dan membangun hubungan yang positif dengan teman-teman mereka.

Kelima, kesejahteraan emosional. Lingkungan yang ramah dan mendukung di ruang bermain membantu menciptakan kesejahteraan emosional bagi anak. Mereka merasa aman, diterima, dan dihargai demi perkembangan emosional yang sehat.

Keenam, pendidikan awal. Ruang bermain ramah anak juga berfungsi sebagai lingkungan pendidikan awal yang mendukung perkembangan kognitif dan bahasa anak. Anak belajar melalui bermain, mengeksplorasi, dan berinteraksi dengan lingkungan mereka.

Tantangan Terwujudnya RBRA

Meskipun memiliki banyak manfaat, program RBRA juga memiliki beberapa keterbatasan. Dalam penyelenggaraanya, tidak boleh diabaikan berbagai permasalahan, seperti berikut ini.

Pertama, ruang fisik. Salah satu keterbatasan utama adalah ruang fisik. Ruang belajar sering terbatas, terutama di rumah-rumah dengan ukuran yang lebih kecil. Keterbatasan ini dapat menghambat kemampuan untuk menyediakan berbagai jenis peralatan dan fasilitas belajar yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak secara optimal.

Kedua, sumber daya. Memperoleh sumber daya yang diperlukan untuk melengkapi ruang belajar ramah anak, seperti buku, mainan pendidikan, peralatan seni dan kerajinan, dan peralatan multimedia, mungkin merupakan tantangan bagi beberapa keluarga. Keterbatasan finansial dapat menjadi hambatan untuk menyediakan berbagai sumber daya yang dibutuhkan.

Ketiga, desain dan penyelarasan dengan kebutuhan anak. Desain ruang belajar yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak dapat menjadi keterbatasan. Misalnya, jika ruang belajar tidak memperhitungkan minat dan preferensi anak, mereka mungkin kurang tertarik untuk belajar di ruang tersebut. Demikian pula, kurangnya peralatan atau fasilitas yang sesuai dengan usia dan perkembangan anak dapat menghambat efektivitas ruang belajar.

Keempat, interaksi sosial. Ruang belajar mungkin tidak selalu menyediakan kesempatan untuk interaksi sosial yang memadai antara anak-anak. Interaksi sosial dengan anak sebaya penting untuk perkembangan sosial dan emosional anak, dan kurangnya kesempatan ini dapat menjadi keterbatasan dalam ruang belajar.

Kelima, persoalan teknologi. Jika ruang belajar tidak memadai dalam hal teknologi, anak-anak mungkin kehilangan akses ke sumber daya belajar digital yang penting untuk pendidikan mereka. Keterbatasan ini dapat membatasi kemampuan anak untuk belajar dengan berbagai cara yang menarik dan inovatif.

Keenam, pengawasan dan dukungan. Pengawasan dan dukungan yang cukup dari orang dewasa juga merupakan faktor penting dalam keberhasilan RBRA. Kurangnya waktu atau ketersediaan orang tua atau pengasuh untuk mendukung anak dalam menggunakan ruang belajar dapat mengurangi efektivitasnya. Selain itu, keterbatasan dana juga menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan program.

Penutup

RBRA merupakan salah satu wadah yang disedikan untuk memenuhi hak-hak anak. Hal itu dapat dilihat dari tujuan yang telah disebutkan. Meskipun memiliki keterbatasan, melalui perencanaan yang baik dan komitmen bersama pihak-pihak terkait untuk menyediakan lingkungan yang kondusif, RBRA masih dapat menjadi sarana yang sangat berharga dalam mendukung perkembangan dan kesejahteraan anak.

Untuk mengatasi keterbatasan yang ada, beberapa solusi dapat menjadi alternatif pertimbangan. Misalnya, penyelenggara harus bertindak kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan ruang yang terbatas; memilih mainan dan peralatan yang murah; memanfaatan teknologi melalui aplikasi edukatif, seperti video di youtube, tiktok, dan sebagainya. Selanjutnya, kolaborasi dengan tetangga, komunitas, dan dinas-dinas terkait dalam rangka penyediaan data yang akurat tentang anak-anak yang bermasalah.

Dalam rangka mewujudkan RBRA secara optimal di Provinsi Papua Selatan misalnya, diperlukan regulasi yang konkret, seperti Pergub maupun Perdasi/Perda tentang perlindungan anak serta pemenuhan hak mereka. Dalam hal ini, kolaborasi yang harmonis dan optimal dari keluarga, antarlembaga baik pemerintah maupun swasta (Gereja, Masjid, dsb.) merupakan upaya yang positif demi mewujudkan pertumbuhan anak secara optimal dan holistik (menyeluruh).

Agustinus Gereda

Alumnus STFK Ledalero, Flores, NTT (1986) dan UNHAS Makassar (2010). Kini dosen tetap Universitas Musamus Merauke, membantu di STK St. Yakobus Merauke.

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *