Merauke, Suryapapua.com-Usaha dan perjuangan masyarakat pemilik tanah adat dari Kampung Yobar, Spadem serta Kampung Kayakai sejak tahun 2013 meminta penyelesaian pembayaran ganti rugi tanah Bandara Mopah (tanah eks besluit) seluas 60 hektar, hingga kini tak kunjung realisasi.
Dari surat yang diterima Surya Papua Selasa (14/12) setebal tiga halaman, diuraikan sejumlah hal atau point penting. “Kami ingin mempertanyakan sejauh mana perhatian serta dukungan Kementerian Perhubungan (Dirjen Perhubungan Udara) terhadap tuntutan ganti rugi lahan 60 hektar itu,” tulis mereka.
Lalu, sejauh mana proses penyelesaian tanah dimaksud yang telah diperjuangkan sejak 2013 silam.
Dalam surat itu, pemilik ulayat dari tiga kampung mengultimatum sekaligus meminta agar pembayaran ganti rugi lahan seluas 600.000 M2 mulai dilakukan tahun 2022. Karena di atas lahan tersebut, telah dibangun gedung Terminal Bandara Merauke yang telah diresmikan Presiden Jokowi 3 Oktober 2021 lalu.
“Sebagai rakyat biasa dan orang kecil, hitam kulit-keriting rambut, kami pemilik tanah adat benar-benar ditipu. Karena pada awalnya kami dibujuk-rayu serta dimintai izin oleh Bupati Merauke ketika itu (Bapak Frederikus Gebze) dan Kepala Kantor Otban serta Kabandara Mopah agar pembangunan terminal bandara yang ditandai ritual adat dengan membunuh satu ekor babi. Lalu kepalanya ditanam di tengah gedung terminal,” kata mereka.
Saat itu, pemilik ulayat dijanjikan bersamaan pembangunan gedung terminal bandara untuk pembayaran ganti rugi tanah adat segera diproses dan direalisasikan. Namun semua janji itu nol besar hingga peresmian gedung terminal bandara hingga digunakan sekarang.
“Kami sangat kecewa ketika salah satu pemilik tanah adat berteriak dengan spontan mencegah Presiden Jokowi agar tak menandatangani prasasti peresmian beberapa bulan lalu. Hanya saja tak digubris, itulah menjadi kekecewaan berat hingga sekarang,” tegas mereka.
Meski kecewa, sebagai anak Marind, tetap bersabar, namun tetap berterimakasih kepada Johanes Gluba Gebze, Mantan Bupati Merauke yang telah meletakkan dasar kuat agar pemerintah harus menghormati hak atas tanah adat orang Marind.
Terimakasih tak terhingga juga kepada Bupati Merauke Romanus Mbaraka (2010-2015) yang telah memberikan surat dukungan terhadap tuntutan ganti rugi tanah seluas 60 hektar itu.
Juga kepada Frederikus Gebze, Bupati Merauke 2015-2020 dengan memberikan surat rekomendasi serta dukungan. Juga Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) setelah menerbitkan surat keterangan
Berikutnya, terimakasih pula kepada DPRD Merauke yang memberikan surat rekomendasi serta dukungan serta Ketua Pengadilan Negeri Merauke yang memberikan ruang untuk diskusi bersama.
Salah seorang pemilik tanah adat Bandara Mopah, Ignasius Bole Gebze mengaku perjuangan mengurus pembayaran ganti rugi tanah 60 hektar, sudah berlangsung lama dari 2013 silam.
“Berbagai cara telah kami lakukan. Bahkan dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan tanah telah diserahkan. Tetapi hanya janji manis kami dapatkan dari pihak Bandara Mopah hingga hari ini,” ungkapnya.
Ditegaskan, tidak ada kompromi lagi. Masyarakat tiga kampung telah menyatakan tahun depan pembayaran sudah harus dilakukan.
Pendamping masyarakat tiga kampung (pemilik tanah adat), Matheus Liem Gebze dan Burhanuddin Zein menyatakan, tadi siang berlangsung pertemuan bersama Kepala Bandara Mopah Merauke, namun hasilnya tidak jelas dan hanya janji semata disampaikan.
“Terhadap permintaan masyarakat tiga kampung agar segera dilakukan pembayaran tanah dimaksud, telah disampaikan langsung kepada Bupati Merauke, Romanus Mbaraka,” ungkapnya.
“Saya berkomunikasi dengan Pak Bupati Merauke melalui WA tadi sekaligus meminta agar dilakukan pertemuan bersama dan beliau meresponi secara positif,” kata Burhanuddin.
Hal serupa disampaikan Matheus Liem Gebze. “Kita berharap setelah Pak Bupati Merauke kembali kesini, beliau mengagendakan dilakukan pertemuan dengan masyarakat pemilik tanah adat, juga bersama Kepala Bandara Mopah. Sehingga ada kejelasan yang bisa didapatkan,” pintanya.
Penulis : Frans Kobun
Editor : Frans Kobun