Ketika Pastor Fransiskus Xaverius Tola Bolilera Diarak dan Diterima Secara Adat

Laporan Utama984 views

Merauke, Suryapapua.com– Tepat pukul 14.30 WIT, RD Fransiskus Xaverius Tola Bolilera bersama tiga imam baru lain, RD Yeremias Banusu, RD Herlan P Ulukyanan serta RD Avelinus Moat Simon yang baru ditahbiskan Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC beberapa hari lalu,  tiba di SP-7, Kampung Hidup Baru, Distrik Tanah Miring.

Dari pantauan Surya Papua Selasa (8/3), kehadiran  empat imam baru itu,didampingi Vikjen Keuskupan Agung Merauke, Hendrikus Kariwob, MSC serta Pastor Donatus Wea, Pr.

Di jalur jalan masuk menuju ke kediaman Pastor  Fransiskus Bolilera, telah menunggu Ketua Kerukunan Lamaholot, Paulus Peka Hayon serta sejumlah sesepuh dan keluarga dekat. Prosesi  penerimaan  mulai berlangsung dari situ.

Secara silih berganti, keempat imam baru didampingi  dua imam senior itu, dikenakan mahkota dari daun lontar di kepala masing-masing oleh Ketua Lamaholot Kabupaten Merauke.

Usai mengenakan mahkota, para imam diselendangkan dengan tenunan khas Lamaholot oleh kakak dan adik Pastor Fransiskus Bolilera. Kurang lebih stengah jam, tarian hedung  Pemuda Lamaholot yang dikoordinir Aras Kleden langsung menyambut, sekaligus  mengiringi  para imam berjalan secara bersamaan.

Tarian hedung atau perang yang dibawakan oleh Pemuda Lamaholot – Surya Papua/Frans Kobun
Tarian hedung atau perang yang dibawakan oleh Pemuda Lamaholot – Surya Papua/Frans Kobun

Bunyi gong dan gendang disertai suara menggelegar ke angkasa. Prosesi pun berjalan lancar yang dipandu Nasly Koten. Lalu  di depan salah satu rumah warga, para imam disambut  tarian Lamaholot oleh beberapa putra-putri terbaik dari SP-3 Tanah Miring, binaan Benediktus Kopong disertai lagu.

Setiba di depan rumah Pastor Fransiskus Bolilera, telah menunggu sesepuh Lamaholot SP-7, Hendrikus Wato bersama kedua orangtua imam serta  puluhan orang.  Ritual adat-pun berlangsung.  Penyambutan didahului  sapaan dalam bahasa adat oleh orangtua Hendrikus Wato kepada keempat imam.

Dari situ, secara bergantian para  imam disuguhi tuak (sebutan Lamaholot) atau sagero. Lalu dilanjutkan pemberian lintingan rokok dari bahan daun lontar serta sirih pinang.  Selanjutnya keempat imam diperciki  air kelapa.

Setelah beberapa mata acara ritual adat dilakukan, Pastor Fransiskus Bolilera diserahi sebilah parang panjang oleh seorang perwakilan. Parang tersebut, digunakan memotong tali pembatas yang diikat di pintu masuk. Sekaligus sebagai simbol  bahwa pastor asal Kedang, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, diterima masuk kembali ke rumahnya.

Usai tali ditebas dengan parang, merekapun (imam;red) diperkenankan masuk, sekaligus mempersiapkan diri untuk misa  syukuran perdana Pastor Fransiskus Bolilera bersama  keluarga Lamaholot.

Pastor Fransiskus Xaverius Tola Bolilera sedang memotong tali – Surya Papua/Frans Kobun
Pastor Fransiskus Xaverius Tola Bolilera sedang memotong tali – Surya Papua/Frans Kobun

Kurang lebih 1.000 umat menghadiri misa perdana tersebut, selain 20-an pastor maupun para suster serta bruder. Perayaan misa perdana dipimpin langsung Pastor Fransiskus Bolilera  didampingi tiga imam baru lain.

Meskipun tak menghadiri misa perdana, namun menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat di SP-7 yang umumnya adalah warga Nusa Tenggara Timur (NTT), mengungkapkan rasa kebahagiaan. Karena datang atau hadir juga Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC sekaligus memberikan sambutan serta mengikuti rama tamah bersama.

Pelaksanaan misa syukur berlangsung kurang lebih satu stengah jam dan berjalan dengan lancar.

Sementara Pastor Donatus Wea, Pr dalam khotbahnya mengatakan, motto tahbisan Pastor Fransiskus Bolilera yakni Apa yang tak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Tuhan. Selain  susah-susah gampang motto dimaksud, juga penuh teologis dan misteri.

“Semoga tak menjadi gambaran bahwa Pastor Fransiskus Bolilera  adalah pribadi yang penuh  misteri. Tetapi dia imam yang baik. Senyumannya adalah misteri dan juga kemarahannya adalah misteri,” katanya.

Pastor Wea mengakui rumusan motor imam baru Fransiskus Bolilera  boleh teologis, namun  perlu diingat bahwa motto yang dipilihnya adalah realita hidup  manusia saat ini -disini, terutama realitas kehidupanmu.

“Apakah Pastor Fransiskus pernah diterpa keraguan? Tentu dan pasti banyak kali. Lalu  apakah pernah dilanda kekecewaan bahkan nyaris membuatnya putus asa? Tentu dan pasti banyak kali.  Juga apakah pernah merasionalisasi tentang kehendak Allah atas panggilan hidupnya?  Saya yakin pernah,” katanya.

Pastor Donatus Wea, Pr- Surya Papua/Frans Kobun
Pastor Donatus Wea, Pr- Surya Papua/Frans Kobun

“Pegalaman pahit ini adalah pengalaman kita, saya dan anda sekali. Menariknya di semua penghujung semua pengalaman penuh pergumulan itu, terungkap pernyataan  Pastor Fransiskus Bolilera  yang luar biasa dan tanpa syarat. Dimana tak mugkin bagi manusia, mungkin bagi Allah,” ujarnya.

Pastor Wea meyakini, pernyatana motto ini diwariskan  kedua orangtua terkasih melalui edukasi dan proses dalam keluarga, lalu  dilanjutkan dalam formasi pendidikan selanjutnya.

“Pernyataan iman imam baru sangat luar biasa dan menjadi contoh bagi kita semua. Hal itu mengingatkan  umat pada pengalaman serta pengakuan iman Petrus ketika dipanggil Yesus ditepian danau di Nasaret, “Tuhan Pergilah dari Padaku, karena aku ini seorang  berdosa.” Dan juga  pengalaman  serta ungkapan iman Thomas saat jumpa  Yesus yang bangkit, “Ya Tuhan-ku dan Allahku.”

Ditambahkan, banyak hal dalam hidup membuat orang bingung, cemas dan putus asa. Juga peristiwa dan kenyataan yang mengingatkan iman umat kendor. Selain itu, banyak membuat umat mempertanyakan kehadiran dan kuasa Tuhan. Karena persoalan yang sulit dipecahkan, juga banyak pengalaman terpuruk ditinggalkan.

Penulis : Frans Kobun

Editor   : Frans Kobun

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *