Merauke, Suryapapua.com– “Saya mengambil kebijakan membagikan dana Rp 38 juta kepada empat orang. Selain saya, juga bendahara dan dua teman lain di sekretariat. Jadi kami tak melakukan korupsi atau mencuri, tetapi itu hak kami.”
Penegasan itu disampaikan Koordinator Humas PPM Klaster Merauke, SF saat ditemui Surya Papua disela-sela perayaan Natal Ikatan Keluarga Tanimbar di aula RRI Selasa (4/1) malam.
“Saya sudah sampaikan ke provinsi bahwa nilai uang tersebut, akan saya bijaki untuk dibagi ke empat teman. Karena rekan-rekan wartawan, sudah mendapatkan dana kerjasama pemberitaan PON XX masing-masing senilai Rp 10 juta,” ujarnya.
Sesuai petunjuk dari provinsi, jelas SF, mereka berempat masing-masing menerima Rp 5 juta dari total Rp 38 juta itu. Sedangkan sisanya dibagikan ke wartawan dengan nilai tiap orang Rp 1 juta. Namun dirinya keberatan, karena merasa dirugikan.
“Ya saya bersama teman tiga orang di secretariat bekerja ekstra menyelesaikan pertanggungjawaban bukti-bukti berita wartawan yang harus diprint. Lalu membuat jurnal dan dikirim ke Jayapura. Juga buka kantor pagi dan pulang malam. Sedangkan wartawan hanya datang tandatangan saja,” tegasnya.
Lebih lanjut SF menjelaskan, persoalan dimaksud, sesungguhnya bukan dari Merauke. Tetapi dari Humas PPM PON Provinsi Papua. Sebelum pelaksanaan PON dilaksanakan, wartawan Merauke yang tergabung dalam Humas dan PPM Klaster Merauke akan mendapatkan honor atau jasa 20 hari selama PON berlangsung. Dimana perhari dibayarkan Rp 1,8 juta.
Saat itu, teman-teman wartawan menyambut antusias. Jadi kalau dikalkulasi, tiap orang akan menerima sekitar Rp 35 juta. Namun kenyataannya, setelah pembayaran, tak sesuai nilai dimaksud. Tetapi masing-masing wartawan hanya menerima Rp 8.100.000. Sehingga semua merasa kecewa.
“Saat itu saya orang pertama menyuarakan agar dilaporkan saja ke Polda Papua, hanya teman-tema wartawan tidak meresponi dan tak ada dukungan,” katanya.
SF membeberkan lagi, provinsi menjanjikan bahwa baik wartawan maupun empat orang di sekretariat termasuk dirinya, mendapatkan dana yang sama untuk kerjasama media dengan nilai yang diterima tiap orang Rp 10 juta.
Selain itu, jelasnya, ada tambahan dana operasional. Karena mobil pribadi digunakan termasuk satu disewa. Namun semua janji tak direalisasikan sama sekali.
“Betul bahwa teman-teman wartawan selain menerima honor, juga dibayarkan kerjasama masing-masing senilai Rp 10 juta. Mereka kontak langsung ke provinsi . Saya disini tidak tahu sama sekali atau menerima pemberitahuan terkait pembayaran kerjasama dimaksud,” katanya.
Diakui provinsi menjanjikan mereka berempat mendapatkan dana. Dimana dirinya Rp 10 juta. Sedangkan tiga rekan lain Rp 5 juta. Setelah ditanyakan lagi, ternyata dana sudah tak ada. “Sehingga kami berempat pun sudah putus asa,” ujarnya.
Lalu, jelas dia, informasi terbaru didapatkan dari provinsi lagi. Dimana akan ada tambahan dana untuk 19 orang, termasuk para wartawan. Masing-masing sedianya menerima Rp 2 juta.
“Betul dana dikirim Rp 38 juta. Saya langsung bicara ke provinsi bahwa nilai uang dimaksud, akan saya bijaki untuk bagi kepada kami berempat. Karena rekan-rekan wartawan sudah ada kerjasama dan menerima Rp 10 juta,” jelasnya.
Ditegaskannya, walaupun petunjuk provinsi demikian, namun dirinya tetap mengambil kebijakan seperti begitu. “Jadi, saya tak mencuri uang, tetapi mengambil hak kami berempat. Itupun saya sampaikan melalui sms kepada Pak Hans di Jayapura,” ungkap dia.
Lalu SMS atau pesan yang dikirim ke provinsi, diteruskan ke sejumlah wartawan yakni ke Fidelis, Hendrik, Yuni dan Sulo.
Bagi dia, sesungguhnya kebijakan yang diambil, sedianya telah dijelaskan kepada rekan-rekan wartawan. Hanya saja masih sibuk dengan Natal, sehingga belum sempat. “Sekali lagi saya pertegas, kami tak makan uang wartawan kok. Kita harus berbagi rasa,” katanya.
Ditambahkan, semua peralatan termasuk kertas untuk print hasil karya jurnalis, ia bersama tiga rekan di secretariat, mencari sendiri, tanpa meminta bantuan ke rekan-rekan wartawan.
Bahkan makan-minum, transportasi, id card serta rompi, sekretariat mengurus semua.
Ditanya dana Rp 38 juta itu kapan ditransfer, SF mengaku sekitar minggu lalu. “Saya bersama SN sebagai bendahara menandatangani sekaligus mencairkan dana dimaksud,” katanya.
Menyangkut laporan ke Polres Merauke oleh sejumlah wartawan, SF mengaku siap jika dipanggil polisi. “Saya akan jelaskan bahwa persoalan ini bukan dari Merauke saja, namun provinsi juga harus hadir. Saya berani bertanggungjawab, karena tak korupsi dan tidak mencuri. Itu hak yang harus kami diambil,” tegasya lagi.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah wartawan mengambil langkah dengan melaporkan SF dan SN ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polres Merauke tadi siang.
Laporan tersebut, sehubungan dugaan penggelapan dana senilai Rp 38 juta yang mestinya harus didapatkan rekan-rekan wartawan. Dimana setiap orang menerima Rp 2 juta.
“Kami bersepakat mengambil langkah melaporkan SF dan SN ke Polres Merauke, berkaitan dengan dugaan penggelapan dana Rp 38 juta itu,” ungkap Hendrik Resi, perwakilan wartawan saat memberikan keterangan pers siang tadi.
Penulis : Yulianus Bwariat
Editor : Frans Kobun