AKU memandangmu dari salah satu sisi
dan kau di sisi lainnya.
sepenangkap mataku,
hanya senyum yang terpantul antara kita,
kemudian jatuh ke perut amfora ini.
senyum itu masih saja memantul-mantul
menggemakan tawa di dalamnya.
Amfora ini mungil dari luar,
namun begitu lapang di dalam.
mungkin dapat menampung segala kesunyian di dunia,
hingga perlahan bertumpuk dan melekati sisian kasar keramik itu.
Kian tebal dan menebal
menjadi dinding yang membiarkan setukaran senyum kita
seperti janin yang nyaman melingkar di dalam rahim.
Menanti waktu kenop pintu meleleh
kemudian kita keluar sebagai ragu yang terlahir kembali.
Ssai senyuman kita keluar dari amfora ini,
kita saling bertaruh tentang siapa yang lebih tangguh
untuk tetap hidup lebih lama daripada nyala korek api yang dingin.
Sebelum kita sama-sama goyah
seperti amfora yang tak sengaja tersenggol
kemudian linglung, jatuh,
menjadikan kita sebagai pecahan-pecahan senyuman yang berserak di lantai
dan saling menertawakan betapa buruk rupanya kita.
(Penulis : Andi Wirambara)
Alamat : Malang, Jawa Timur