GELOMBANG demonstrasi tak mampu dibendung. Setelah rekan-rekan jurnalis Merauke yang tergabung dalam Komunitas Wartawan Daerah Papua Selatan ‘membuka’ jalan menggeruduk Kantor Telkom yang beralamat di seputaran Jalan Brawijaya beberapa waktu lalu, giliran mahasiswa bersama rakyat turun jalan dengan kekuatan penuh, melakukan aksi sama- setelah beberapa hari kemudian.
Aksi turun jalan kembali dilakukan tadi sore yang digagas para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi (PT) dengan sasaran ‘tembak’ kepada Pemerintah Kabupaten Merauke serta Pemerintah Provinsi Papua Selatan.
Tentunya aksi yang dilakukan berbagai kalangan tersebut, sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap Managemen PT Telkom, setelah jebolnya jaringan internet.
Putusnya atau jebolnya jaringan internet, seperti sudah menjadi ‘langganan’ tetap untuk Kabupaten Merauke. Betapa tidak, dalam tahun 2023 lalu, kurang lebih tiga kali jaringan internet jebol.
Ketika rakyat Merauke masih menikmati aura Tahun Baru 2024, lagi-lagi jaringan internet putus alias jebol.
Lalu, apakah rakyat Merauke menerima begitu saja? Tentu saja tidak. Kemarahan, kedongkolan, kebencian, keresahan bercampur-aduk menjadi satu.
Sehingga tidak mengherankan ketika aksi turun jalan dengan teriakan, hujatan dan lain-lain dialamatkan kepada PT Telkom.
Bahkan, kran bunga-pun berhamburan di halaman PT Telkom sebagai ucapan belasungkawa mendalam atas matinya jaringan internet di wilayah paling Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.
Matinya jaringan internet, memunculkan spekulasi dari berbagai kalangan kalau itu adalah bentuk kesengajaan dilakukan. Alasannya jelas, karena bukan sekali saja jaringan internet putus, tetapi boleh dibilang berulang kali dan sudah menjadi langganan.
Bahwa pihak Telkom telah memberikan klarifikasi beberapa kali jika kabel optik putus antara jalur Merauke-Timika, lalu itu bukan suatu unsur kesengajaan.
Namun demikian, tidaklah diterima atau ‘ditelan bulat’ rakyat. Justru ‘pemberontakan’ dilakukan melalui gelombang demonstrasi yang sudah terjadi tiga kali berturut-turut.
Mengapa aksi protes disertai gelombang demonstrasi terus terjadi? Karena banyak sekali orang mengalami kerugian, akibat matinya jaringan tersebut.
Contohnya saja, pelaku usaha yang berbisnis secara online, sudah pasti ‘mengelus’ dada, lantaran pendapatannya dipastikan menurun drastis, bahkan nyaris tidak ada.
Begitu juga rekan-rekan jurnalis atau wartawan yang menyandarkan kehidupannya dari berita, pasti pendapatan per-bulan akan turun. Karena frekwensi pengiriman berita tidak seperti jaringan sedang normal.
Lalu ketika pendapatan para jurnalis maupun pelaku usaha ‘jebol,’ Managemen PT Telkom dapat bertanggungjawab menghidupi keluarganya?
Semoga saja PT Telkom membuka mata lebar-lebar dan mendengar jeritan rakyat kecil, setelah hilangnya jaringan internet yang berdampak sangat besar terhadap lumpuhnya perekonomian bagi masyarakat Kabupaten Merauke.
Penulis:
Frans Labi Kobun
Pemimpin Redaksi Surya Papua